Dahulu para manusia (merasa) hidup damai, namun semuanya berubah saat Virus Corona menyerang. Mungkin parodi dari opening film Avatar dapat memberi gambaran keadaan yang tengah terjadi di masyarakat sekarang. Ya, kita semua tahu bahwa keadaan masyarakat di seluruh dunia sedang tidak baik-baik saja. Dimulai dari kemunculan si makhluk kecil yang memiliki nama ilmiah Severe Acurate Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau lebih dikenal dengan Virus Corona yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Tiongkok. Kemudian menyebar ke seluruh dunia hingga menciptakan sebuah pandemi yang menyerang pada sistem pernapasan manusia dengan kekebalan tubuh yang lemah.
Pemberitaan tentang Virus Corona sangat cepat menyebar ke seluruh elemen masyarakat melalui media massa yang seolah menjadikannya sebagai konten yang lezat untuk selalu digoreng dan dibumbui setiap hari. Sebenarnya, kehadiran media yang memberitakan perkembangan penyebaran maupun dampak Virus Corona sangat bermanfaat bagi masyarakat awam agar mampu menghadapi serangan makhluk tak kasat mata ini. Namun apa yang terjadi jika informasi yang didapat oleh masyarakat tentang virus tersebut sudah sangat berlebihan dan menyebabkan banjir informasi hingga gangguan psikologis? Seperti yang tertera pada laman Kompas.com edisi 15 Mei 2020, seorang Psikolog Anak, Remaja dan Keluarga, Novita Tandry, menjelaskan tentang efek psikosomatik, yaitu munculnya penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh kondisi mental. Kondisi tersebut dapat terjadi ketika seseorang terlalu sering memikirkan sesuatu secara berulang kali setiap hari dalam durasi yang panjang dan lama.
Pemberitaan tentang Virus Corona yang selalu ditayangkan 24/7 di media massa sangat memungkinkan menyebabkan psikosomatik. Namun jauh sebelum masa pandemi dan permasalahan banjir informasi ini muncul, Elihu Katz dkk telah menjelaskan dalam teori Uses and Gratifications bahwa di era globalisasi audiens (baca: masyarakat yang menikmati media massa) adalah pihak yang aktif, dimana mereka memiliki kontrol dalam mengkonsumsi media massa. Jika melihat teori ini, seharusnya efek psikosomatik yang muncul akibat pemberitaan tentang Virus Corona yang berlebihan dapat ditangani dengan lebih mudah, bukan? Sebab, kita sebagai audiens memiliki kendali pada media yang kita pilih untuk kita konsumsi. Namun, mengapa hal tersebut masih saja kerap terjadi?
Menjadi The New Avatars
Jika di film Avatar satu-satunya pahlawan yang dapat mengalahkan Negara Api ketika menyerang adalah sosok Avatar itu sendiri, maka pertanyaannya adalah siapakah yang akan menjadi sosok Avatar di tengah serangan Virus Corona dan kemunculan fenomena banjir informasi yang terjadi pada saat ini? Apakah para tenaga kesehatan? Ilmuwan? Pemerintah? Awak media? Atau Influencer ? Mari kita coba mencari siapakah The New Avatars dengan penjabaran sederhana.
Kawan-kawan mungkin ada yang sudah pernah mendengar istilah Creative minority. Menurut Arnold J. Toynbee, creative minority merupakan sekumpulan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk membuat suatu pengaruh. Bahkan dapat membenarkan konsepsi yang salah menjadi sesuatu yang benar. Gerakan Creative minority seringkali digaungkan oleh kawan-kawan yang tergabung pada suatu organisasi atau komunitas movement seperti salah satunya ialah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Langkah kecil untuk suatu perubahan yang besar merupakan cita-cita dari sebuah creative minority. Lantas apa hubungannya creative minority dengan The New Avatars yang telah disebutkan sebelumnya? Untuk menghadapi masalah pandemi yang terjadi butuh kesadaran diri dan kerjasama yang erat dari berbagai elemen masyarakat, seperti dari pihak pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat umum, public figure, maupun mahasiswa. Sebuah langkah kecil seperti tidak mementingkan ego pribadi, menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, merawat alam sekitar, serta saling membantu sesama di tengah kesulitan pada masa-masa pandemi adalah gerakan kecil yang dapat melahirkan pengaruh besar. Bahkan kita juga dapat mengatasi efek psikosomatik yang disebabkan oleh pemberitaan tentang virus tersebut yang selalu disiarkan oleh media massa dengan cara bijak dalam bermedia. Bagaimana caranya? Yaitu dengan membatasi diri dalam mengkonsumsi media, tidak menelan mentah-mentah informasi yang kita dapatkan dari media, dan juga memilih tayangan sesuai kebutuhan.
Generasi muda yang memiliki kemampuan bermedia lebih cerdas seharusnya dapat memprakarsai gerakan creative minority tersebut agar dapat membantu masyarakat yang dirasa kurang mampu memahami permasalahan yang sedang terjadi. Sehingga kita semua dapat menghadapi masalah pandemi dan bayang-bayang efek psikosomatik yang terjadi karena banjir informasi. Maka dari itu, hadirnya The New Avatars adalah suatu hal yang penting. The New Avatars adalah kita semua dan siapapun yang memiliki semangat serta kesadaran creative minority untuk membawa perubahan yang besar dengan langkah kecilnya. Avatar bukan lagi menjadi sosok pahlawan tunggal. Namun menjelma sosok jamak sebagai pahlawan-pahlawan baru yang siap menghadapi tantangan perubahan zaman secara bijak serta selalu mengedepankan sisi kemanusian.
oleh:
Elvira Dyahajeng Syavala
(Sekbid Riset dan Pengembangan Keilmuan PC IMM Kota Surakarta)