Sudahkah Cendekiawan Berpribadi Melakukan Transformasi?

Tulisan pendek ini hanyalah sebuah kritik, boleh diterima boleh tidak.

Seorang cendekiawan berpribadi adalah seorang yang mampu menerjemahkan sisi religiusitas yang ia punya dan intelektualitasnya dalam bahasa yang humanis. Artinya, seorang cendekiawan berpribadi adalah seseorang yang mampu mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya dengan melakukan transformasi sosial dengan melakukan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi masyarakat yang dituju. Namun, jauh sebelum daripada itu terjadi, seorang cendekiawan kiranya harus dibentuk dengan sebaik-baiknya. Sebab, seorang cendekiawan berpribadi adalah eksekutor dalam sebuah roda kemasyarakatan menuju peradaban utama yang dicitakan.

Namun, menyimak realita kader IMM pada saat ini nyatanya dirasa masih belum menyentuh tataran cendekiawan berpribadi tersebut, di mana kader IMM hari ini hanya membanggakan almamater dalam forum diskusi saja, belum sampai pada tahap menyentuh masyarakat.

Hal ini tentunya menjadi masalah karena tentunya ranah gerak IMM salah satunya adalah masyarakat. Kehidupan masyarakat sendiri tentunya akan terus mengalami perubahan dan perkembangan, dan hal itu pula, tentunya terus mendorong kader IMM untuk terjun membantu masyarakat dalam hal menerjemahkan arah perubahan dan menjadi roda penggerak perubahan, seperti apa yang kiranya harus kader IMM berikan kepada masyarakat itu sendiri. Dan, jika pada hari ini kader IMM hanya sekadar massif dalam tataran konsep dan mandek dalam melakukan aksi, tentunya menjadi pertanyaan besar, untuk apa para kader IMM tersebut merumuskan konsep pembaharuan? Jika pada akhirnya hanya berlabuh pada tataran muara konsep saja.

Spirit Al-Maun adalah semangat perjuangan dengan orientasi yang jelas, dan tentu spirit ini yang di bawa IMM sebagai konsekuensi organisasi otonom Muhammadiyah. Melihat kondisi sekarang yang nampaknya para kader IMM sendiri belum memiliki orientasi yang jelas, ingin seperti apa tataran konsep tersebut sampai menyentuh lapisan masyarakat yang membutuhkan, gerakan konkrit yang telah dirumuskan apakah telah dijalankan atau tidak, hal ini menjadi keresahan sebab eksekusilah yang harus kita massifkan, tidak terkungkung dalam romantisme intelektual yang eksklusif. Jangan sampai, konsep yang telah dibangun begitu terstruktur dan sistematis serta kreatifnya. Namun, buta dalam hal melakukan aksi terhadap konsep tersebut.

Marwah seorang cendekiawan, atau harga diri seorang cendekiawan berpribadi terletak pada mampukah ia melakukan transformasi dalam gerakan, menerjemahkan intelektualitas berlandas religiusitas yang ia punya terhadap masyarakat sosial. Menerjemahkan hal ini pun bukan hanya sekadar memberikan manfaat saja, tetapi juga harus memberikan nilai Rahmatan Lil’alamin, yakni sebuah gerakan dengan nilai kasih sayang serta kedamaian yang menaungi masyarakat maupun alam sekitar, jika menilik kembali basis aksiologi gerakan IMM dengan aksiologi islam. Mengkonkritkan sebuah pengetahuan dengan sebuah gerakan atau aksi nyata merupakan cerminan seorang cendekiawan berpribadi, dalam hal ini para kader IMM menjaga kehormatannya sebagai seorang cendekiawan berpribadi yang sering digaungkan, tentunya harus memiliki kasadaran kritis bahwa panasnya membuat konsep dan malasnya melakukan aksi, sama saja melukai marwah atau kehormatan seorang kader yang telah dijunjung sebagai seorang kader persyarikatan.

Oleh:

IMMawati Fajry Annur

(Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan Pimpinan Komisariat FKIP UMS 22-23)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *