Saat ini dunia sedang berperang. Bukan perang fisik antar negara maupun antar kelompok. Yang dihadapi tidak nampak, yakni virus yang disebut Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan masyarakat dengan sebutan Corona. dr. Ronald Irwanto di Indonesia Lawyer Club (ILC) selasa 24 Maret yang lalu menyatakan virus Covid-19 sangat cepat menyebar karena melalui droplet bone (percikan batuk) dan contact bone (kontak fisik penderita dengan orang yang sehat, misal salaman dll). Maka kebijakan pemerintah untuk menerapkan Social Distancing sudah tepat guna meminimalisir penyebaran virus ini. Berbagai kampanye dimedia sosial melalui hastag #dirumahaja gencar digaungkan oleh nitizen sebagai bentuk kepedulian terhadap musibah ini.
Menurut situs covid19.go.id hingga pukul 19:41 WIB tercatat ada 187 negara di dunia yang terkena virus Covid-19, dari 187 negara terdapat 488.426 jiwa yang terkonfirmasi, sedangkan yang dinyatakan meninggal tercatat 22.067 jiwa. Di Indonesia, pertama kali Presiden Joko Widodo menyatakan ada dua warga yang positif terpapar Covid-19 pada tanggal 2 maret 2020. Diluar dugaan, tiga pekan kemudian angkanya melonjak begitu tajam yakni 893 orang terkonfirmasi positif, 78 orang meninggal dunia dan 35 orang dinyatakan sembuh.
Berbagai sektor mengalami dampak dari wabah ini. Perekonomian jelas terdampak sangat serius. Rupiah sempat melemah dan hari ini kembali menguat keangka Rp. 16.328. Penerapan social distancing juga berdampak pada sektor pekerja informal, para pedagang kecil, tukang ojol dan usaha kecil lainnya mengeluhkan sepi. Selain perekonomian, para tenaga medis juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD). Padahal mereka adalah garda terdepan dalam menghadapi pasien yang terpapar.
Selain kedua sektor diatas, dalam peribadahan, agama-agama yang dianut oleh masyarakat juga mendapatkan dampak dari wabah ini. Dalam rangka mencegah peredaran virus ini, pemerintah beserta pemuka agama menghimbau untuk menjauhi keramaian, artinya ibadah juga dimaksimalkan di rumah masing-masing. Hal ini yang kemudian menjadi ramai diperbincangkan oleh masyarakat, terlebih adalah umat Islam sebagai umat yang mayoritas di Indonesia. Ada yang setuju untuk mengikuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai arahan ormas Islam di Indonesia, adapula umat yang masih gelisah karena tidak diperbolehkan untuk sementara waktu sholat di masjid.
Sikap Muslim dalam Menghadapi Wabah
Akhir-akhir ini sebenarnya saya malas untuk membuka-buka WhatsApp Story dihandphone. Selain isinya kebanyakan sama (share mengenai wabah Corona), saya juga sempat mengalami kepanikan dan ketakutan meskipun selalu dihimbau untuk waspada, tetap tenang dan jangan panik. Semakin sering membaca berita dan story yang dibagikan oleh teman di WhatsAppnya maka akan semakin panik. Namun beberapa hari kemarin ada hal yang berbeda ketika saya memutuskan kembali untuk membaca-baca story tersebut. Salah seorang sahabat saya yang sedang menuntut ilmu disalah satu Perguruan Tinggi di Saudi membagikan story mengenai beberapa sikap kelompok Islam dalam menghadapi wabah.
Menurutnya, ada 3 sikap kelompok dalam Islam ketika menghadapi wabah penyakit. Pertama, adalah aliran Jabariyyah, kelompok ini memiliki pemahaman bahwa segala yang terjadi pada dirinya diserahkan kepada takdir Allah Taala tanpa ada usaha dan ikhtiar dari dirinya sendiri. Kelompok ini berpandangan bahwa semua wabah penyakit berasal dari Allah, namun mereka tidak peduli dengan usaha untuk menghindarinya.
Menurut mereka, terkena penyakit tersebut adalah takdir dari Allah, kalaupun dia meninggal itupun kehendak dari Allah. Seandainya dia selamat, hal tersebut juga kehendak dari Allah. Tidak ada usaha untuk pencegahan dan tidak peduli dengan pendapat orang lain. Yang dipedulikan hanyalah keyakinan mereka semata. Intinya, paham Jabariyyah ini hanya peduli pada pemberi Asbab bukan pada Musabbab. yakin hanya kepada Allah tanpa meyakini sunnatullah
Kedua, adalah aliran Qodariyyah. Kelompok ini memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas usaha dan kekuatannya sendiri, tidak ada campur tangan Allah Taala sama sekali. Cara berpikirya seringkali mengandalkan kemampuan diri sendiri ataupun orang lain yang dianggap mampu menghadapi segala sesuatu.
Menurut mereka, musibah penyakit ini dapat diatasi dengan kemampuan dan peralatan yang canggih tanpa ada campur tangan dari Allah Taala dalam setiap kejadian. Mereka mengatakan, kami tidak takut Corona! Ayo kita lawan Corona! Peralatan medis kita sudah canggih, tidak perlu berdoa untuk melawan Corona! yang sering dikedepankan adalah logika akalnya serta mengesampingkan iman dan wahyu. Intinya faham Qodariyyah ini hanya melihat dan meyakini faktor Musabbab namun mengabaikan Sang pemberi Asbab.
Ketiga, aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah. Kelompok ini memiliki pemahaman menyeimbangkan antara ikhtiar dan tawakkal, pemikirannya mutadil (seimbang) dan mutawashith (berimbang).
Dalam menghadapi wabah, mereka tidak takut secara over serta tidak menentang dan mengentengkan dengan penuh kesombongan. Mereka selalu berusaha tawakkal kepada Allah dengan doa dan dzikir, dan disaat yang sama, mereka juga berikhtiar dengan mentaati anjuran tenaga medis yang ahli dibidang ini, #dirumahaja dan berolahraga untuk menjaga tubuh agar tetap fit. Kelompok ini berkeyakinan bahwa Allah yang menjadi Musabbab dan Dia yang menciptakan Asbab. Allah yang menurunkan bala wabah penyakit, namun Dia pula yang memberikan cara untuk menghindari dan memberi kesembuhan atas penyakit tersebut.
Jamaah di Masjid atau Sholat #DiRumahAja?
Dampak dari Sosial Distincing akibat virus Covid-19 mengakibatkan interaksi antar warga dikurangi dengan tegas. Bahkan pihak yang berwenang dalam hal ini Polisi dan Satpol PP harus membubarkan massa yang berkerumunan. Hal ini juga berdampak pada muslim di Indonesia, acara-acara seperti pengajian, syukuran, resepsi pernikahan juga dilarang sementara karena termasuk dalam pengumpulan orang dalam jumlah banyak. Imbas dari kebijakan tersebut juga himbauan untuk tidak melaksanakan sholat berjamaah di Masjid. Bahkan, solat jumat untuk sementara diliburkan dan diganti dengan sholat dhuhur dirumah masing-masing.
Bagi umat Islam, tentu ini merupakan hal yang berat untuk dilaksanakan. Masyarakat yang mulai sadar bahwa kewajiban untuk sholat lima waktu di masjid tiba-riba harus ditunda dahulu. Masyarakat menjadi terbelah antara mereka yang menaati fatwa MUI dan mereka yang ingin tetap jamaah di masjid. Hal inilah yang mesti kita sadari dan perlu direfleksikan bersama bahwa ternyata, kita belum mempunyai sosok yang bisa menyatukan dari umat ini. Sudah seharusya kita berhenti berdebat mengenai perbedaan yang dapat melemahkan antar umat Islam. Wabah ini mestinya dapat menjadi momen untuk menyatukan pandangan agar kedepan dapat lebih baik.
Mengenai polemik sholat jamaah atau di rumah, sebagai orang yang masih fakir dalam keilmuan agama, saya mempunyai beberapa pendapat (yang semoga bisa menjadi opsi atas perdebatan diatas). Untuk daerah yang menjadi zona merah atas wabah Covid-19 ini, yang kemungkinan besar tingkat penularannya sangat cepat, kita wajib samina wa athona kepada Fatwa Ulama yang menyarankan kita untuk sholat berjamaah dirumah masing-masing, karena diantara maqosid syariah adalah hifzh nafs atau menjaga jiwa. Kita tentu tidak ingin menjadi bagian yang menyebarkan virus maupun menjadi bagian yang tertular virus jika kita ngeyel sholat jamaah di masjid.
Untuk daerah yang masih dianggap sebagai zona yang aman. Kita tentu harus tetap waspada karena ternyata yang (terlihat) sehatpun bisa berstatus positif. Maka bagi mereka yang ngotot mengadakan sholat jamaah di masjid harus dalam protocol yang ketat. Pertama, masjid harus selalu dalam kondisi steril dan selalu siap alat dan bahan untuk kesterilan masjid. kedua, takmir harus tegas kepada jamaah yang memiliki gejala sakit untuk meminta pulang dan sholat dirumah, artinya takmir masjid harus memiliki data jamaah dan informasi kesehatannya. Ketiga, masjid dibuka hanya pada waktu sholat saja, hal ini sebagai langkah antispasi kepada pengunjung masjid yang berpotensi membawa virus. Karena akan muspro ketika kita berhasil melindungi jamaah dengan protocol yang ketat tapi kita tidak tahu ternyata virus dibawa oleh orang lain yang kebetulan mampir ke masjid tersebut.
Semoga wabah ini segera berlalu agar kita semua dapat beraktivitas dengan normal dan beribadah dengan maksimal. Semoga kita semua terhindar dari wabah ini dan dapat mengambil hikmah atas peristiwa yang terjadi. Wallahu taala alam
Oleh:
Salman Zakki Syahriel
Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman PC IMM Kota Surakarta 2018/2019
Paradoks!
Ora sesuai kenyataan!