Rintikan air hujan perlahan jatuh menjamah bumi. Rentetan cerita mengiringi setiap bulir bulirnya. Semakin riuh dan membuat pikiran menjadi semrawut. Membayangkan bagaimana kehidupan yang akan datang. Membuat diri ini semakin merasa tak berdaya. Kondisi yang memaksa penulis untuk memikirkan sesuatu hal yang memang terkesan sulit untuk dipahami oleh nalar penulis. Bukan sebuah ketidak mampuan dalam berpikir, namun lebih bagaimana untuk kemudian mengolahnya menjadi sesuatu yang runtut untuk dapat di mengerti. Hal tersebut tak lain adalah petuah dalam sebuah tembang macapat yang coba untuk tuliskan disini.
Singkat cerita, sedari kecil penulis sering dilantunkan tembang tembang macapat oleh simbah kakung penulis. Tembang macapat tersebut berjudul Pucung. Bagi para pembaca yang mungkin belum mengenal apa itu tembang macapat bisa untuk kemudian mencari literatur tentang jenis tembang jawa tersebut. Tembang macapat ini diyakini memiliki nilai nilai filosofis dari setiap bait bait liriknya. Tidak terkecuali untuk tembang yang sering simbah kakung penulis lantunkan kala itu untuk sekedar menghibur atau menjadi pitutur becik untuk cucu cucunya. Berikut adalah lirik dari tembang macapat Pocung
Ngelmu iku kalakone kanthi laku,
Lekase lawan kas,
Tegese kas nyantosani,
Setya budya pangekese durangkara.
Secara garis besar, satu pupuh tembang macapat pocung tersebut dapat dimaknai tentang bagaimana ilmu itu di dapat dan bagaimana mengamalkanya dalam kehidupan sehari hari. Kunci dari pembahasan ini terletak pada gatra pertama tembang tersebut, dimana jika kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan berartikan bahwa ilmu dapat kita petik dari apa yang kita lakukan dan ilmu juga akan berguna ketika kita mengamalkanya, yang kemudian disambung dan diperjelas dalam gatra gatra selanjutnya hingga bagaimana dari penggalian dan pengamalan ilmu ini bermuara pada hal yang positif dengan penggambaran terkikisnya durangkara atau hal hal buruk .
Menarik untuk kemudian dibahas lebih lanjut di era digital seperti sekarang, dimana tidak sedikit yang mungkin memberikan label terhadap budaya seperti tembang macapat sebagai sesuatu yang usang dan tidak menjadi bagian dari komoditas dagang yang mampu memberikan profit berarti. Hal yang sangat wajar ketika memang kita merujuk kepada perubahan konstruk kehidupan bermasyarakat terlebih dari segi budaya, namun demikian lantas tidak menyurutkan niat penulis untuk beranggapan bahwasanya budaya seperti hal nya tembang macapat masih sangat relevan untuk kemudian dikaji lebih lanjut.
Tembang Pocung dan Pandemi
Satu pupuh tembang Pocung diatas agak nya telah mampu untuk memberikan petuahnya untuk kita dalam menghadapi pandemi ini. Ya, adalah tentang bagaimana kita mengaktualisasikan tentang ilmu ilmu apa saja yang telah kita dapat sebelum pandemik ini melanda. Disinilah ujian yang sesungguhnya, dapat sejauh mana diri kita ini bermanfaat dengan segala ilmu yang kita gaung gaungkan selama ini. Apakah akan membuat keadaan semakin membaik atau malah justru akan semakin memperkeruh suasana yang ada. Penulis disini tidak untuk kemudian memberikan raport atau penilaian terhadap individu lain, namun begitulah sekiranya ketika ilmu akan berguna seiring berjalanya waktu termasuk ketika pandemi ini melanda.
Terlepas tentang bagaimana ilmu ilmu tadi bisa untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari hari dikala pandemi, hal yang lain adalah bagaimana kita dapat mengambil ilmu ilmu yang baru dari kondisi ini. Tentu akan banyak cerita yang kemudian mengiringi perjalanan hidup kita dalam upaya memerangi virus ini. Menjadi sia sia apabila kita lewatkan begitu saja jika tanpa ada yang bisa dipetik darinya. Minimal adalah bagaimana kita menerapkan pola pola hidup dan berkehidupan yang lebih baik untuk kedepanya, sehingga pangekese durangkara ini dapat kita capai.
Sebagai penutup dari tulisan ini, marilah kita berdoa agar kondisi segera memulih. Meskipun kita tahu bahwa rasanya mungkin tidak akan lagi sama dari yang semula.. Percayalah bahwa setiap kesulitan akan ada kemudahan, dan ambilah setiap pelajaran yang ada untuk kamu jadikan sebagai referensi dalam menjalani kehidupan sekarang atau dimasa yang akan datang. Berbangga hatilah bagi kita yang hidup di negeri yang kaya akan nilai nilai budaya, karenapun itu juga akan menambah referensimu dalam menyikapi kehidupan yang sangat dinamis.
Penulis:
IMMawan Ilham Adi
Anggota bidang Hikmah PK IMM Averroes 2019/2020