Judul Buku : Pemikiran Pendidikan Hamka dan Kaderisasi Muhammadiyah: Analisis Filosofis dan Konsep
Penulis : Dartim Ibn Rusdh
Penerbit : CV. Sunhouse Digital
Dimensi : 13X21 CM
Tebal : IV+179 halaman
Berbicara mengenai pendidikan dan kaderisasi merupakan dua aspek yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Di mana pendidikan merupakan suatu wadah untuk mewarisi nilai dan kebudayaan kepada generasi-generasi penerus, sedangkan kaderisasi adalah proses perkaderan untuk membekali kader-kader tentang nilai maupun kebudayaan agar dapat menghadapi persoalan ketika diamanahi tugasnya.
Dalam buku ini penulis menghadirkan sosok Buya Hamka dengan pandangan dan pemikirannya yang patut dijadikan inspirasi bagi seluruh tingkatan pembaca. Pembahasan awal buku ini tentu mengajak pembaca untuk mengenal lebih dekat sosok salah satu tokoh Muhammadiyah ini. Mulai dari biografi, pemikiran-pemikiran hingga perjalanan hidupnya dituangkan secara sistematik di dalamnya. Tentunya dari pemikiran-pemikiran beliau akan dipadukan dengan pembahasan selanjutnya mengenai pendidikan dan kaderisasi Muhammadiyah.
Buya Hamka yang memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah lahir di Sungai Batang Maninjau, Sumatera Barat pada hari Ahad 17 Februari 1908. Ia lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang taat beragama. Ayahnya yang akrab disapa Haji Rosul merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah. Semasa hidupnya, Hamka dikenal sebagai sosok aktivis, ulama, politisi juga sastrawan. Karya-karyanya yang terkenal antara lain seperti Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Tenggelamnya Kapal van der Wijk, Pribadi Hebat hingga Tafsir Al-Azhar. Kemampuannya dalam berbicara di depan publik berhasil meyakinkan masyarakat bahwa beliau adalah orang yang berpengetahuan tinggi. Tidak heran, Hamka kerap ditunjuk dan diamanahi untuk menduduki jabatan baik dalam organisasi hingga politik. Sosok pemaaf seorang Hamka terlihat dari bagaimana ia memperlakukan orang-orang yang telah menuduh dan memfitnahnya. Mulai dari dipenjarakan selama 2,4 tahun oleh Soekarno atas tuduhan perencanaan pembunuhan, perbedaan pendapat dengan Moh. Yamin hingga fitnah-fitnah terhadapnya di surat kabar yang dilakukan oleh Pramoedya Ananta kala itu.
Hamka adalah sosok yang memiliki pemikiran maju namun tetap teguh dalam mendahulukan syariat Islam. Melalui organisasi Muhammadiyah, beliau turut berkontribusi dalam menyalurkan tenaga dan pikirannya untuk menegakkan kebenaran. Bahkan ia juga memiliki konsep atau pandangan mengenai hakikat pendidikan. Konsep pendidikan menurut Hamka lebih menekankan pada pembentukan karakter individu yang tentunya tidak terlepas dari pandangan Islam. Pemikiranya terbentuk dari pengamatan-pengamatannya terhadap fenomena yang terjadi di negeri ini. Di mana sekolah-sekolah hanya terfokus dalam pendidikan akademik dan pengembangan potensi saja, namun melupakan penanaman nilai-nilai moral sehingga karakter bangsa ini semakin lama semakin memprihatinkan. Dalam pendidikan Islami, terdapat tiga ranah yang berperan yaitu talim, tarbiyah, dan tadib. Di mana talim merupakan pendidikan Islami yang berorientasi pada pengajaran ilmu-ilmu, tarbiyah berorientasi pada pengembagan potensi, dan tadib yang merupakan penanaman nilai serta karakter yang banyak dilupakan dalam pendidikan di negeri ini. Hamka mengamati bahwa pendidikan di Indonesia hanya terfokus pada talim dan tarbiyahnya saja. Sehingga fenomena banyaknya pemberitaan ketimpangan dan kekacauan pendidikan menunjukkan adanya masalah-masalah, yaitu pengesampingan moral dan akhlak. Menurut Hamka pendidkan seharusnya berorientasi untuk penguatan pribadi yang meliputi akal, budi, cita-cita, dan bentuk fisik. Relevansi pemikirannya adalah dengan menumbuhkan dan menguatkan pribadi melalui optimalisasi pembiasaan dalam melatih berpikir dan bekerja. Menurutnya itu akan mengarahkan untuk membentuk manusia yang mampu berkiprah di masyarakat sebagai pelayan masyarakat, bukan mementingkan diri sendiri.
Tentunya tidak terlepas dari pendidikan, kaderisasi Muhammadiyah juga merupakan bentuk mendidik terhadap kader-kadernya. Dapat juga dikatakan perkaderan, yaitu pembinaan kepribadian kader agar siap mengemban tugas yang akan diamanhkan kepadanya. Kaderisasi Muhammadiyah sendiri memiliki visi dan misi. Visinya yaitu menjadikan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sementara misinya yaitu tentang peneguhan ideologi, pewarisan nilai dan revitalisasi kader. Perkaderan dirasa penting karena dibutuhkannya pendukung dari gerakan Muhammadiyah, maka diperlukan sistem yang sistematik, koordinatif, dan berkesinambungan yang akan mencetak kader-kader dalam mewujudkan visi dan misi Muhammadiyah. Mereka adalah anggota inti yang telah terpilih dan memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan misi di lingkungan persyarikatan, umat, dan bangsa. Bersifat tunggal dalam arti satu profil kader Muhammadiyah dan bersifat majemuk dalam tugas dan fungsinya.
Buya Hamka secara tersirat menyampaikan dalam karyanya bahwa keteladanan dan pemberian peran kepada kader adalah proses kaderisasi paling efektif daripada hanya sekedar ceramah-ceramah dan pemberian teori. Semua itu diharapkan agar generasi penerus dapat terampil dan cakap dalam berbagai sendi kehidupan tanpa meninggalkan nilai-nilai prinsip. Baginya pendidikan merupaka instrumen yang paling menyentuh dalam pencerdasan bangsa. Ia juga berharap Indonesia mampu hidup mandiri di atas tanah yang sudah merdeka.
Buku ini secara kandungan isinya cukup menarik dan berbobot, penulis menyusunnya dengan sistematis sehingga memudahkan pembaca mengikuti alur yang disampaikan. Segi gaya bahasanya juga mudah dimengerti terutama bagi pemula. Pemaparan biografi sosok Buya Hamka diawal pembahasan juga sangat membantu bagi pembaca yang sama sekali belum mengenal sosok beliau. Akan tetapi seharusnya buku yang memiliki pembahasan menarik ini lebih diperhatikan penulisannya yang bedasarkan EyD. Beberapa tulisan juga masih ada yang salah dalam pengetikan.
Oleh:
IMMawati Annisa Virgin Alayun
(Sekretaris Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PK IMM FKIP UMS periode 2017/2018, mahasiswa aktif Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UMS)