Menuju IMMawati Berdikari

“Tulisan ini diprakarsai dari hasil riset penulis ke beberapa lembaga dan organisasi pergerakan serta pakar ahli.”

Oleh IMMawan Achmad Mahbuby

Berawal dari keresahan masa menjadi kader komisariat yang mengakar hingga saat ini tak kunjung menemukan titik temunya. Pasalnya keresahan ini hanya sebatas bualan dan angan-angan tinggi pada telinga kaum rasional. Melangit adalah kata yang acapkali muncul ketika tengah mengejawantahkan ide yang berbeda pada umumnya. Berdalih pada kondisi sumber daya manusia yang tak mumpuni selalu menjadi tumpuan untuk menolak mentah ide yang dicanangkan, tanpa berfikir jangka panjang dan jangka pendek yang akan berdampak. Barangkali ini akan menjadi tulisan terakhir penulis mengangkat perihan ke-IMMawati-an karena sudah muak dengan ketumpuan pola pikir yang mendewakan sistem kolot.

            Tidak heran jika gerakan keperempuanan di IMM mengalami stagnasi yang berkepanjangan. Hal tersebut didasari dari ketidakmampuan IMM dalam menghimpun perempuan secara menyeluruh akibat dari bentuk naungan yang tidak fleksibel dan sempit, yaitu berupa Bidang Keperempuanan atau Bidang IMMawati. Faktanya saat ini tercatat kader putri lebih mendominasi dibanding kader putra pada tataran IMM Kota Surakarta. Namun sangat disayangkan IMM hampa dalam pemberdayaan kader putri baik secara kapasitas maupun kapabilitas. Pernyataan tersebut didasarkan pada penelitian menggunakan metode fenomenologi dengan sampel obyek yaitu kader dan pimpinan IMM Kota Surakarta.

            Sempitnya ruang gerak Bidang IMMawati nampaknya telah menjadi kegelisahan pada tataran PC IMM Kota Surakarta hingga menciptakan kembali Korps IMMawati dibawah Bidang IMMawati. Namun penggagas ide tersebut mungkin lupa, bahwa belenggu stagnasi kaderisasi IMM putri ada pada letak Bidangnya. Alih-alih menjadi solusi, justru menjadi pertarungan tersendiri antara Bidang IMMawati dan Korps IMMawati yang tak pernah menemukan titik kolaborasitasnya.

            Penulis mencoba masuk dalam permasalahan tersebut dengan menghadirkan sistem baru yaitu mengeluarkan Bidang IMMawati untuk dibentuk Badan Otonom Khusus namun tetap menginduk pada IMM untuk memperluas gerakan IMMawati hingga ranah eksternal, sehingga IMM putri tidak hanya besar di kandangnya. Seperti melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat perempuan, penanganan kekerasan secara litigasi dan non-litigasi, kolaborasi dengan organisasi keperempuanan dan lain-lain tanpa harus terkendala administrasi namun tetap sesuai dengan induknya (IMM). Adapun bagan strukturalnya sebagai berikut :

(Gambar 1 : Contoh letak garis struktural Lembaga Otonom Khusus Korps IMMawati)

            Dengan bentuknya sebagai Lembaga Otonom Khusus, Korps IMMawati akan memiliki fungsi internal sebagai bidang keperempuanan di IMM dan fungsi eksternal sebagai organisasi keperempuanan diluar IMM. Bentuk tersebut diadaptasi dari Muhammadiyah dan Aisyiyah dimana Aisyiyah merupakan ortom khusus Muhammadiyah yang dapat berdikari mengurusi tata kelola administrasi, konstitusi, kebijakan, keputusan sikap, amal usaha dan lain-lain namun tetap sesuai dengan induknya yaitu Muhammadiyah. Dengan harapan yang sama, apabila sistem tersebut akan diadaptasi, maka Korps IMMawati akan mampu berdikari baik internal dan eksternal IMM sebagai organisasi keperempuanan. Kemandirian pemikiran, gagasan, keputusan baik dalam ranah pendidikan, politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain dapat terbangun.

Penanganan Kekerasan Seksual

            Lelucon lama yang sering menjadi sindiran berbungkus candaan ketika masih menjadi kader komisariat yaitu “Bidang IMMawati isone nglumpukke aspirasi lan pengaduan kekerasan seksual kampus, tapi aksine nihil, malah hasil aspirasi lan pengaduane mung iso dadi bahan rasan-rasan terus malah diviralke.” Mengelak atau tidak tapi memang benar adanya. Hal tersebut terjadi lantaran kegagapan Bidang IMMawati dalam kasus penanganan kekerasan seksual dan hanya berkutat pada diskursus wacana gerakan keperempuanan. lain hal yang menjadi kendala yaitu tidak adanya pakar ahli dalam bidang tersebut yang mumpuni dalam penanganan baik secara litigasi maupun non-litigasi. (Penanganan jalur litigasi yaitu penanganan masalah hukum melalui jalur hukum, sedangkan non-litigasi yaitu penanganan masalah hukum di luar pengadilan.)

            Apabila sistem dari Korps IMMawati disepakati berbentuk lembaga otonom khusus, maka akan dapat dibuat konsep “pakar ahli” yang berbadan hukum untuk turut ikut serta dalam kasus penanganan kekerasan seksual ketika terjadi pada kalangan mahasiswa atau masyarakat binaan Korps IMMawati secara litigasi. Contoh garis struktural sebagai berikut :

(Gambar 2 contoh struktural Korps IMMawati dan Dewan Pakar)

            Sehingga IMM melalui Korps IMMawati akan mampu melakukan penanganan kasus kekerasan hingga sampai penyediaan hotline pengaduan dengan bekerjasama dengan dewan pakar dari ketua LBH. Terkait dengan ketentuan dewan pakar, dapat dibentuk klausul dalam konstitusi Korps IMMawati yaitu dewan pakar adalah ex-officio dari Ketua LBH-PDA & LBH-PDM, karena IMM masih berstatus ortom Muhammadiyah.

Keparalegalan

            Kerjasama dengan dewan pakar tidak hanya akan dilibatkan dalam kasus penanganan kekerasan saja, namun Korps IMMawati dan Dewan Pakar dapat turut serta dalam penyelenggaraan Sekolah Paralegal untuk menciptakan paralegal tersertifikasi. Paralegal yaitu seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun buka seorang pengacara.

            Sekolah paralegal akan digunakan untuk melatih keterampilan Korps IMMawati dalam menangani kasus kekerasan seksual secara non-litigasi melalui pendampingan advokasi. Apabila Diksuswati (Diskusi Khusus IMMawati) digunakan pada tataran wacana keilmuan, maka Sekolah Paralegal digunakan pada tataran aksi nyata. Materi dalam sekolah paralegal dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. (Selengkapnya baca di Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Paralegal Nomor PHN-53.HN.04.03 Tahun 2021)

Perihal Kaderisasi

            Perihal kaderisasi yang akan dijalankan pada Korps IMMawati, dapat dibentuk pola kaderisasi jangka pendek dan jangka panjang. Kaderisasi jangka pendek yaitu terbatas pada struktural atau masa jabatan di IMM, sedangkan kaderisasi jangka panjang yaitu pasca struktural dengan tetap berstatus anggota Korps IMMawati non-struktural. Dengan itu akan terbentuk persyarikatan IMM putri terintegrasi dan menjadi power besar bagi gerakan keperempuanan di IMM.

            Karena sifat Korps IMMawati pada tataran eskternal adalah organisasi keperempuanan, maka seluruh IMM putri dapat masuk menjadi partisipan ataupun rangkap jabatan dengan tetap mengindahkan regulasi pada peraturan IMM.

Perihal Mindset

            Apabila konsep diatas dapat diterima, maka yang perlu untuk dipersiapkan adalah tata kelola administrasi yang akan mengatur sistem secara keseluruhan agar dapat berjalan dalam jangka waktu yang panjang. Tentu membutuhkan waktu untuk beradaptasi, terlebih pada pola pikir dan paradigma dari Bidang ke Lembaga Otonom Khusus, namun tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Mindset dan pola pikir yang tidak ingin ribet dan hanya ingin biasa-biasa saja mungkin akan menjadi penghalang besar apabila beberapa orang telah berfikir tentang sebuah revolusi gerakan wacana menuju pada gerakan aksi nyata.

            Jika tulisan ini tidak menjadi diskursus wacana pada gerakan IMM nantinya, maka memang betul kata Muhammad Amin Azis dalam bukunya berjudul IMM Studies, bahwa IMM TELAH MATI.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *