Sadar atau tidak, kita telah memasuki hingar-bingar penyambutan Milad IMM ke-56 dan saya rasa ini merupakan momen yang tepat untuk membicarakan hal-hal yang substansial. Milad IMM kali ini mengusung tema yang sangat luar biasa, yaitu Kolaborasi Memajukan Bangsa. Namun, tema tersebut menjadi satu hal yang cukup mengganggu ketika menyadari bagaimana laju gerak ikatan saat ini. Dalam tulisan ini saya belum akan berbicara soal jenjang yang lebih tinggi, karena memang saya sendiri masih dalam jenjang komisariat dan memiliki pembahasan yang cukup tentang bagaimana keluh dan kesah antar komisariat.
Berbicara soal laju gerakan, dapat kita maknai dengan sederhana sebagai upaya dari titik awal untuk tiba pada titik yang berbeda. Tentu tak semua gerakan menjanjikan bahwa titik tiba itu ada di depan, sebab gerakan tak melulu melangkah maju, ada kalanya mundur dan jika jalan di tempat mungkin itu upaya menghilangkan lemak tubuh, haha. Begitu pun IMM, selalu ada upaya untuk bergerak. Di setiap regenerasi IMM tak pernah letih memperbarui narasi, mencipta berbagai grand design dan arah gerak baru. Namun, tak henti-henti pula kita dihadapkan dengan berbagai persoalan.
Tentu tak segala yang kita ingin dapat kita capai. Persoalan klasik yang cukup membosankan adalah masalah keaparatan yang seringkali malas-malasan. Kader dan pimpinan yang malu-malu main ke komisariat, alasan ingin fokus akademik tapi tak kunjung jua mampu menjadi MAWAPRES (Mahasiswa Berprestasi), hadeeeh. Di tengah sekelumit persoalan usang ini tetiba saja Milad menggempur dengan temanya yang jika dimaknai tentu ada harapan bagi segenap kader IMM untuk dapat memajukan bangsa. Kader IMM se-Indonesia pun dengan segera merumuskan berbagai gagasan besar, namun tentu musibah bagi kader yang masih berkutat dengan persoalan di atas.
Tema Milad kali ini seakan menjadi sebuah evaluasi besar-besaran bagi kader IMM se-dunia maya. Sungguh ini semua tentang komitmen dan integritas, perihal kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Permasalahan lain adalah gagapnya kita dalam mereproduksi narasi. Beberapa dari kita cenderung merasa bahwa mandeknya generasi saat ini adalah buah dari kegagalan generasi sebelumnya. Untuk saudara-saudaraku tercinta, perlu kita sadari bahwa kita tentu tetap bisa membaca buku tanpa perlu senior duduk menemani sambil makan mie instan di sebelah kita. Tidak perlu terkesan manja dan mencari alasan pembenar. Keberhasilan masing-masing dari kita tidak banyak ditentukan oleh senior, instrumen penentu utama tetaplah otak, jadi marilah rajin-rajin mengais ilmu tanpa perlu menyalahkan generasi terdahulu.
Reproduksi narasi hanya mungkin timbul dari kegelisahan, namun sayangnya tak banyak kepala yang gelisah dengan persoalan ini. Kita seringkali lebih senang berdamai dengan keadaan, ragu mengkritik karena takut untuk dikritik balik. Generasi yang takut bersuara hanya akan menjadi benalu bagi keberlangsungan suatu gerakan, hanya mampu bersembunyi dalam gumam dan melahirkan pusaran gibah yang terstrukstur dan sistematis namun tak pernah mencapai sasaran. Bangkitnya literasi solo yang didengungkan di berbagai platform IMM Solo seharusnya mampu menjadi angin segar, namun sayang niat baik tersebut jua belum mampu direspon dengan baik. Tentulah kolaborasi memajukan bangsa masih sebatas angan-angan belaka.
KOLABORASI MEMAJUKAN BANGSA
Memajukan bangsa dapat dimulai dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dimulai dengan mencerdaskan diri sendiri dan mencerdaskan diri sendiri dapat dimulai dengan membiasakan diri untuk gelisah dengan berbagai keadaan yang disodorkan hari-hari ini. Demikian idealnya, namun rumit jalannya. Tak banyak yang mau melewati kerumitan tersebut sehingga lebih memilih diam, damai, dan hanyut.
Sekalipun gerakan mahasiswa diidentikkan dengan demonstrasi namun tak semua persoalan dapat diselesaikan dengan teriak di jalanan. Sebab ada persoalan dalam diri kita sendiri yang belum tuntas, yaitu merasa cukup dalam membaca. Ketika melewati jenjang tertentu kita cenderung merasa buku tidak diperlukan lagi, karena merasa telah mapan dalam pemikiran. Namun ketika kalah argumentasi, akan selalu menganalisanya sebagai strategi politik lawan, hadeeeh. Mari luruskan dan renggangkan otak sejenak.
Kader yang luar biasa sangat mungkin lahir, tumbuh, dan berkembang dari pusaran dialektika, sebuah atmosfer perdebatan ilmiah yang akan menjadi bekalnya di kemudian hari. Hal-hal inilah yang harus kita tuntaskan terlebih dahulu sebelum berkolaborasi memajukan bangsa. Di tengah arus yang kian menguat perlu bagi kita untuk sesegera mungkin bangun dari lelap untuk saling menggugah. Sudah terlalu lama kita mengabaikan titah untuk membaca (iqra) teks maupun konteks.
Teruntuk kader IMM se-dunia maya, mari kita bangkit. Minimal percaya kalau kita bisa membaca buku tanpa harus senior duduk sambil makan mie instan di samping kita. Mari kita berangkat dari kesadaran objek menuju kesadaran subjek. Karena kasihan kakak-kakak kita yang sudah susah payah merumuskan tema milad kalau ahirnya nggak guna, haha. Mari merajut asa, mari berkolaborasi memajukan bangsa.
Oleh:
Yogo Tri Wibowo
Ketua Umum PK IMM Ahmad Dahlan Fakultas Hukum UMS periode 2019/2020
.
Nb: Tulisan dan Artikel lain dapat di akses pada Beranda