Jika Ingin Bertransformasi, IMM Harus Keluar dari Muhammadiyah !

Kritik atas opini

http://immsurakarta.or.id/2023/02/14/sudahkah-cendekiawan-berpribadi-melakukan-transformasi/

Ketergantungan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang terlalu besar dalam Muhammadiyah menjadi salah satu penghambat perkembangan organisasi kemahasiswaan tersebut. Ketergantungan tersebut diantaranya terkait dengan dana, sarana dan prasarana serta legitimasi personalia pimpinan.

IMM yang harusnya mampu untuk mandiri, berdikari dan bertransformasi memaksimalkan semangat muda dan kapasitas intelektualnya untuk umat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, IMM tidak mampu berkembang karena terjebak pada sikap eksklusivisme. Sikap eksklusif tersebut hadir lantaran IMM masih berada dalam bayang-banyang Muhammadiyah. IMM terlalu terlena dengan bebagai fasilitas yang ada pada persyarikatan Muhammadiyah sehingga membuat IMM merasa sangat dimapankan.

Seyogyanya narasi untuk mengeluarkan IMM dari persyarikatan Muhammadiyah harus terus digaungkan sebagai gertakan atas kenyamanan yang didapatkan IMM. Narasi yang sama pun juga pernah diperbincangkan pada Muktamar VII oleh Ketua Delegasi IMM DIY, Agus Sulistiya Dunda pada tahun 1992. Menurut penulis, akibat dari masuknya IMM dalam persyarikatan Muhammadiyah menyebabkan segala bentuk kegiatan yang diadakan IMM harus berkiblat pada Muhammadiyah. Sehingga munculah sikap eksklusifisme. Jika arah gerak IMM saja masih eksklusif, Bagaimana caranya kader-kader IMM bertransformasi ?

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Telah Mati !

Coba kita refleksikan narasi-narasi yang dikeluarkan IMM saat ini yang cenderung berorientasi pada penyelesaian program kerja yang telah dibentuk, bukan program yang bergerak dan bertindak menanggapi kondisi bangsa, sekalipun bertindak hanya sekedar mengkritisi persoalan dengan hasil observasi, analisa dan subjektivitas simbol, bukan melakukannya dengan kerangka metodologis layaknya seorang akademisi seperti yang termaktub dalam tujuan IMM. Ketidakmampuan kader IMM mengkritisi suatu permasalahan dengan kerangka metodologis menjadi indikasi awal IMM telah mati (Amin Aziz, 2022).

Kita dapat mengambil contoh ketika berlangsungnya Darul Arqam Dasar (DAD) di komisariat yang sekarang tidak dimaknai sebagai proses kristalisasi ideologi namun hanya sekedar ceremonial dalam perekrutan kader masuk di IMM, alih-alih berdalil bahwa akan dilakukan proses individuasi kader pasca Darul Arqam Dasar (DAD) namun dalam kenyataannya pimpinan dan instruktur pun tidak lihai dalam memberikan fasilitas pasca DAD kepada kader-kadernya. Akhirnya IMM sebagai cendekiawan berpribadi hanyalah kata utopis yang indah dinyanyikan saja dalam mars IMM lantaran proses pembentukan profil kader saja sudah tidak beres.  IMM lebih sering dan hanya terfokus pada perkaderan utama dan formal, sementara perkaderan non formal kurang tergarap dengan baik. terjadilah kekosongan perkaderan setelah MASTA dan DAD. Jikalau ada biasanya diisi kajian yang terkesan seadanya (daripada nggak ada).

Contoh lain di tataran cabang yang sibuk mengadakan perkaderan utama, khusus dan berbagai perkaderan pendukung yang krisis isu. Cenderung materi yang digarap hanyalah templet dari kegiatan sebelumnya. Tidak benar-benar diolah atas dasar isu yang berkembang di masyarakat. Ingin bukti seperti apalagi yang memperkuat persepsi penulis bahwa IMM telah mati ?

Untuk Apa Muhammadiyah Mengeluarkan Segalanya untuk Anaknya yang Sudah Mati ?

Dalam peribahasa jawa ibarat “Koyo Nguyahi Segoro” yang berarti menggarami lautan yang sudah asin. Untuk apa Muhammadiyah bersusah payah mengeluarkan banyak tenaga, harta dan benda untuk organisasi yang sudah mati ? niscaya sia-sia dan tidak akan memberikan dampak apapun, justru membuat orang yang ada didalamnya semakin terlena dan terbuai akan kenyamanan yang disediakan. Sudah saatnya Muhammadiyah membiarkan IMM dewasa dengan sendirinya, melihat sekarang umur IMM akan menginjak 59 Tahun. Dibanding dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saja mampu untuk berdikari tanpa bernaung menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mampu hidup tanpa naungan. IMM apa kabar ?

Jika memang benar IMM ingin bertransformasi, berdikari dan bahkan berdiaspora, maka saran dari penulis adalah pada Muktamar IMM ke-XX, salah satu narasi yang harus diusung adalah IMM harus keluar dari persyarikatan Muhammadiyah. (Jika Mukatamar IMM ke-XX benar-benar diadakan atas dasar kebutuhan, bukan hanya dimaknai sebagai kontestasi politik seperti Muktamar IMM sebelumnya.)

Pustaka :

Amin, Muhammad. 2022. IMM Studies : Konsep dan Gerakan Menuju Akademia IMM. Cawas Media Group dan Madrasah Digital Publisher : Yogyakarta.

Oleh :

IMMawan Achmad Mahbuby

(Bendahara Umum Pimpinan Cabang IMM Kota Surakarta 2022/2023)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *