Sukoharjo- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Kota Surakarta menggelar aksi damai di simpang tiga Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jumat malam (24/5/2019).
Diikuti oleh puluhan massa, aksi dimulai sekitar pukul 20.30 WIB dengan sholat ghaib dan doa bersama, kemudian dilanjutkan dengan berdiam diri mengelilingi Bendera Merah Putih serta obor. Aksi berlangsung tanpa orasi maupun sepanduk-sepanduk yang bersifat agitatif maupun persuasif.

Menurut Albi Rangga selaku ketua Bidang Hikmah PC IMM Kota Surakarta, bahwa aksi dengan bentuk berdiam diri tanpa melakukan orasi merupakan titik puncak kejengahan terhadap fenomena-fenomena demokrasi yang sedang berlangsung saat ini.
Ia menambahkan bahwa demokrasi seharusnya menjaga martabat dan hakikat manusia karena hal tersebut merupakan falsafah moral bangsa dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. “Namun fakta yang terjadi justru memperlihatkan sebaliknya, bahwa tindakan-tindakan masyarakat saat ini menjurus pada perbuatan nir-kemanusiaan, seperti konflik komunal yang berujung pada tindakan-tindakan anmoral akibat dari perbedaan sikap dan orientasi politik masyarakat”, tuturnya.
Albi juga berharap bahwa peristiwa tersebut merupakan yang terkahir dan harus dijadikan sebagai muhasabbah bersama demi menjaga kesamaan cipta, karsa, dan rasa manusia, yang hal tersebut merupakan cita-cita utama atas pendirian bangsa dan negara Indonesia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum PC IMM Kota Surakarta, Cahyo Setiawan, bahwamenyoroti demokrasi indonesia yang tengah berlangsung berarti kita berbicara kemanusiaan, tidak ada demokrasi yang dibangun dengan mengesampingkan nilai kemanusiaan. Demokrasi saat ini outputnya pun harus dibangun dalam nilai-nilai kemanusian.
Cahyo menuturkan bahwa dengan tidak menyuarakan atau mengangkat toa kali ini adalah simbol bahwa jangan sampai demokrasi indonesai saat ini dicederai oleh hal-hal yang tidak mendukung. Harus ada pembenahan, evaluasi beberapa pihak baik penyelnggara, pemerintah, dan keamanan dalam proses demokrasi agar tidak mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.
“Aksi ini menjadi simbol refleksi mahasiwsa sebagai agent of change, social control and moral, kita tidak bisa tidak peduli, setidaknya dengan aksi diam diri kita menjadi sadar bahwa proses demokrasi saat ini belum berjalan semestinya”, tutup Cahyo.