IMM Solo : Isim Muannaṡ atau Isim Mużakkar?

Bahasa Arab adalah salah satu dari sekian bahasa di dunia yang secara gramatikal memiliki konsep gender untuk menunjuk kata benda. Konsep tersebut dikenal dengan Isim Muannaṡ (nomina feminim) dan Isim Mużakkar (nomina maskulin). Misalnya kata masjid adalah Mużakkar, sementara kata madrasah adalah Muannaṡ. Begitu juga untuk menunjuk sebuah nama sebagai nomina, misalnya Muhammad adalah Mużakkar dan Khodijah adalah Muannaṡ. Konsep semacam ini juga dikenal dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa seperti bahasa Perancis, Jerman, Spanyol, Rusia, dll. Misalnya nama negara dalam bahasa Perancis, akan mendapat article (seperti kata the dalam bahasa Inggris) maskulin atau feminim, le Canada untuk Kanada (maskulin) dan la France untuk Perancis (feminim).

Kadangkala beberapa kata dalam bahasa tersebut juga terdapat bias gender, misalnya untuk kata-kata yang sulit ditentukan apakah dia maskulin atau feminim. Pada kondisi semacam ini, biasanya diberlakukan pengecualian-pengecualian tertentu. Rumit sekali nampaknya, berbeda dengan bahasa Indonesia. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia tak perlu bertanya apakah sendok itu maskulin atau feminim?

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas lebih lanjut itu semua, ya tentu karena saya bukanlah ahli dalam bidang bahasa. Menerjemahkan bahasa Jawa yang ada di otak kedalam bahasa Indonesia secara verbal saja, saya sering telmi kok. Apalagi jika anda (para pembaca) ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan pada judul di atas. Saya sarankan untuk menanggalkan harapan anda tersebut dengan segera. Anggap saja judul itu sebagai clickbait, dan jika anda dalam keadaan membaca tulisan ini, maka clickbait-nya berhasil. Namun tak ada salahnya pula jika kita berandai-andai, kira-kira IMM Solo dalam berbagai bahasa di atas, akan disebut dalam nomina maskulin atau feminim ya?

IMM Solo adalah salah satu Cabang IMM yang berada di Jawa Tengah. IMM di Jawa Tengah memiliki ciri yang cukup unik, yaitu menamai Komisariat-komisariatnya dengan nama tokoh (berbeda dengan IMM Jawa Timur yang memberi nama Komisariatnya dengan nama-nama seperti : Revivalis, Renaissance, Restorasi, Aufklarung, Blue Savant, dll). IMM Solo memiliki 1 Korkom dan 14 Komisariat (jika belum ada perubahan). Komisariat-komisariat tersebut antara lain sebagai berikut : Avicenna FF UMS, Ahmad Dahlan FH UMS, Al Idrisi FG UMS, Moh. Hatta FEB UMS, Adam Malik FKI UMS, Al Ghozali FPsi UMS, Averroes FT UMS, Ar Razi FK UMS, Az Zahrawi FKG UMS, Ki Bagus Hadikusumo UNS, Al Fatih ITS PKU, FIK UMS, FKIP UMS, dan Aiska. Ada Komisariat yang telah memiliki nama dan ada Komisariat yang belum memiliki nama. Yups, 11 dari 14 Komisariat tersebut, dinamai dengan nama tokoh laki-laki, serta hanya menyisakan 3 Komisariat yang belum memiliki nama yaitu FIK UMS, FKIP UMS, dan Aiska.

Sepertinya memang jarang, nama tokoh perempuan disematkan sebagai nama Komisariat IMM. Bahkan juga terbilang jarang disematkan pada nama-nama Komisariat OKP lainnya. Apakah ini dikarenakan minimnya literatur terhadap tokoh-tokoh perempuan yang dapat kita akses atau bagaimana, entahlah saya sendiri juga kurang paham. Padahal tentu banyak sekali tokoh-tokoh perempuan yang berkontribusi terhadap perkembangan Islam dan peradaban manusia.

Tanpa berpanjang lebar, inti dari tulisan ini sebenarnya adalah cuma sekedar usul saya saja kepada ketiga Komisariat yang belum memiliki nama ini, agar jikalau kedepan punya niatan untuk memberi nama Komisariatnya, maka kiranya patut dipertimbangkan untuk menamainya dengan nama tokoh-tokoh perempuan. Usul saya ini belum termasuk nama-nama seperti Khadijah RA, Aisyah, RA, Fatimah Az Zahra RA, dan Nyai Siti Walidah (yang menurut hemat saya, cenderung lebih mudah kita temui literaturnya). Beberapa nama tokoh perempuan versi saya, antara lain sebagai berikut :

 

  1. Rufaidah binti Sa’ad

Jauh sebelum Ibnu Sina, Ar Razi dan Az Zahrawi, dunia Islam sudah mengenal sosok Rufaidah binti Sa’ad. Beliau adalah salah seorang sahabat yang hidup di era Nabi Muhammad SAW. Beliau termasuk dalam kaum Anshar, yakni kaum yang menyambut hijrah rombongan Nabi Muhammad SAW di Yatsrib/Madinah. Seperti yang kita ketahui bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW banyak sekali perang yang terjadi, diantaranya adalah perang Badar, Uhud, Khaibar, dan Khandaq. Namanya juga lagi perang, tentu banyak sekali pasukan yang terluka walhasil dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengemban misi kemanusiaan. Dialah Rufaidah yang namanya harum sebagai perawat perempuan pertama dalam sejarah Islam. Website suaramuhammadiyah.id pernah menulis sebuah artikel tentang beliau. Saya kira, kawan-kawan mahasiswa kesehatan khususnya Ilmu Keperawatan sudah tidak asing lagi dengan nama beliau. Namanya sering disebut dalam forum-forum Seminar atau kuliah tentang sejarah Ilmu Keperawatan. Tahun-tahun berikutnya, di dunia Barat pada abad ke-19 muncul tokoh yang mempelopori Ilmu Keperawatan Modern yang juga seorang perempuan, yaitu Florence Nightingale.[1]

  1. Fatimah Al Fihri

Fatimah Al Fihri hidup di zaman Islamic Golden Age, sezaman dengan Harun Al Rasyid, Sultan ke-5 Abbasiyah. Kalau di Baghdad (sekarang Irak) ada Baitul Hikmah, maka di Fez (sekarang Maroko) ada Al Qarawiyyin. Kala itu Baghdad adalah Ibukota Abbasiyah (baca : Sunni), sementara Fez adalah Ibukota Idrisiyah (baca : Syiah Zaidiyah). Waktu itu kekuasaan Abbasiyah semakin besar akhirnya mendesak orang-orang Syiah melawat ke barat, hingga sampai ke wilayah Arab Maghrib (sekarang Afrika Utara bagian barat) dan mendirikan kesultanannya sendiri. Jadi, kala itu Maghrib bukanlah wilayah kekuasaan Abbasiyah. Fatimah Al Fihri pindah dari Tunisia ke Fez bersama keluarganya. Ketika suami dan adik laki-lakinya meninggal, maka ia bersama saudara perempuannya Mariam Al Fihri memperoleh warisan yang melimpah. Fatimah menginvestasikan warisannya itu dalam dunia pendidikan yakni dengan mendirikan Masjid Al Qarawiyyin, dan Mariam mendirikan Masjid Al Andalus. Muncul keinginan Fatimah untuk menggabungkan antara Masjid dan Madrasah, maka sejak saat itu berdirilah Universitas Al Qarawiyyin (Universitas tertua dalam sejarah Islam dan masih berdiri hingga sekarang). Universitas ini memang tidak sepopuler Al Azhar, yang seringkali dianggap sebagai universitas tertua dalam sejarah Islam itu. Namun, sebenarnya Al Azhar baru dibangun pasca Dinasti Fatimiyah (baca : Syiah Ismailiyah) berkuasa di Kairo. Hingga saat ini, Universitas Al Qarawiyyin menjadi perawat kitab-kitab babon Madzhab Maliki. Lulusan Universitas Al Qarawiyyin pun bukan main-main, konon seperti Ibnu Khaldun, Al Idrisi, Ibnu Rusyd, Ibnu Al Arabi, Paus Silvester II, Jacobus Golius (guru matematika Descartes), Ibnu Maimun (filsuf Yahudi), dll pernah belajar di Universitas ini. Website suaramuhammadiyah.id dan tirto.id pernah mempublikasikan Fatimah Al Fihri dalam sebuah artikel.[2][3]

  1. Siti Baroroh Baried

Bulan April 2019, UMY pernah mengadakan seminar tentang Bu Siti Baroroh dengan tajuk Prof. Dra. Siti Baroroh Baried dan Gerakan Perempuan Berkemajuan. Bu Siti Baroroh adalah Profesor perempuan pertama di Indonesia. Beliau dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Sastra UGM di usia 39 tahun pada tanggal 27 Oktober 1964. Dalam berbagai literatur sejarah HMI, Bu Siti Baroroh muda dikenal sebagai salah satu generasi awal kelahiran KOHATI. Bu Siti Baroroh juga adalah Ketua Umum PP ‘Aisyiyah tahun 1965-1985, pada tahun yang sama beliau juga diangkat sebagai Dekan Fakultas Sastra UGM. Kini, nama beliau diabadikan sebagai nama Auditorium di Unisa dan Aiska. Website tirto.id juga sempat membuat artikel tentang beliau. Sementara itu, bulan lalu ibtimes.id juga merilis tulisan beliau di Jurnal Al Qalam IKIP Muhammadiyah Yogyakarta ke dalam 7 buah artikel.[4][5][6]

  1. Elida Djazman

Perempuan yang satu ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kader-kader IMM, beliau adalah Ketua Korps IMMawati / Bidang IMMawati pertama DPP IMM. Bu Elida juga adalah Ketua Umum PP ‘Aisyiyah pasca Bu Siti Baroroh. Bu Elida menjadi Ketua Umum PPAisyiyah tahun 1985-1995. Bu Elida memang masih sugeng, Alhamdulillah. Mungkin akan timbul pertanyaan, apakah boleh menyematkan nama tokoh yang masih sugeng sebagai nama Komisariat? Jika di Cabang Palopo ada Komisariat Syafii Maarif dan Din Syamsuddin, serta di Cabang Kendari ada Komisariat Amin Rais yang notabene ketiga tokoh tersebut masih sugeng, maka kenapa tidak dengan Komisariat Elida Djazman? Justru karena Bu Elida masih sugeng itulah, barangkali Bu Elida bisa dimintai kesediaannya untuk mengabadikan nama beliau sebagai nama Komisariat, sekaligus undang beliau dalam peresmiannya. Banyak kader IMM yang ketika sowan ke Bu Elida berbicara tentang sejarah IMM, hal ini memang perlu mengingat sebagian sejarah IMM juga masih terlihat samar-samar. Namun tak ada salahnya kan, membicarakan masa depan IMM bersama Bu Elida?[7][8][9]

Itulah keempat tokoh perempuan versi saya. Literatur akademis (baca : hasil seminar, buku, jurnal, dll) dari keempat tokoh tersebut dapat dicari dengan relatif mudah, apalagi khusus Bu Elida yang masih sugeng, kawan-kawan dapat sowan langsung kepada beliau. Selain itu, apabila Komisariat hendak menyematkan nama tokoh, Pimpinan Komisariat dapat mengadakan bedah tokoh terlebih dahulu untuk kemudian menjadi rekomendasi bagi Badan Pekerja Musykom dalam menyusun draft di Sidang Perubahan Nama Komisariat.

Jujur saja saat menulis ini, saya sedang flashback dan teringat mbak-mbakku ini : Suci, Harsiti, Sobi, Lolyta, Riza, Dasti, Anna, Anisah, Zuroh, Ubed, Reni, Nurul, Surya, Irma, Desy, Ninin, dll. Teman-temanku : Bela, Evi, Mega, Septi, Dita, Yeni, Khusnul, Wahyu, Ika, Nuning, Endah, dll. Adek-adekku : Anisa, Ismi, Mifta, Mala, Rara, Hindun, Nisa, Mardiana, Lia, Rokhimah, Sulis, Ita, Emeng, Fitri, Pipit, Arin, Arini, Desna, dll. Rasa-rasanya kok mustahil ya, menghapus memori dan menihilkan mereka-mereka ini, IMMawati-IMMawati bakoh dari periode pertama IMM Solo sampai periode sekarang ini. Pernah sih, dulu hardisk laptop saya rusak dan harus ganti hardisk baru. Itu saja rasanya sakit banget, gabut sampai berminggu-minggu karena semua file otomatis lenyap. Pikir saya sih, dengan mengabadikan nama tokoh perempuan sebagai nama Komisariat maka disaat yang bersamaan sebetulnya kita juga sedang mengabadikan peran semua IMMawati-IMMawati bakoh ini dalam lintasan zaman.

Lalu, Komisariat manakah yang lebih dulu? Waktu akan mencatatnya sebagai yang pertama dalam sejarah IMM Solo. Apabila ketiga Komisariat tersebut tidak menghendaki ada yang pertama dan ada yang terakhir, maka kompromikan saja antar ketiganya. Melakukan seminar gabungan secara bersama-sama dalam sebuah peresmian nama baru Komisariat, mungkin itu ide yang bagus.

Tahun 2020 mungkin adalah waktu yang tepat, karena pada tahun ini InsyaAllah juga bertepatan dengan adanya Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Solo. Kapan lagi dapat mengadakan seminar perubahan nama Komisariat dalam rangka menggembirakan Muktamar Aisyiyah? Musyawarah terbesar perempuan-perempuan di persyarikatan. Adakan peresmiannya di Aiska yang kini telah beralih status menjadi Universitas, serta undang Bidang IMMawati DPP IMM dan Ketua Umum PP Aisyiyah. Barangkali di tengah-tengah seminar juga dapat diadakan ceremony penandatanganan sebuah prasasti oleh Ketua Umum PP Aisyiyah (dan Bu Elida jika namanya turut diabadikan menjadi nama Komisariat) bagi masing-masing ketiga Komisariat tersebut. Peristiwa ini akan selamanya dikenang.Percayalah ini bukan sebuah tulisan yang provokatif. Karena keterbatasan media, maka hanya itu yang dapat saya tuliskan, kawan-kawan dapat menambah daftar tokoh perempuan yang lainnya. Itu tokoh perempuan versiku, mana versimu?

Wallahu ‘alam.

 

Penulis:

Mahfudh Ali Haidar

-Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

-Anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Referensi :

[1] https://www.suaramuhammadiyah.id/2017/03/17/rufaidah-binti-saad-perempuan-perawat-pertama-di-dunia-islam/ diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[2] https://www.suaramuhammadiyah.id/2016/05/01/fatimah-al-fihri-pendiri-universitas-pertama/ diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[3] https://amp.tirto.id/fatima-muslimah-yang-membangun-universitas-tertua-di-dunia-cqXd diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[4] https://www.umy.ac.id/siti-baroroh-pelopor-wanita-berkemajuan-aisyiyah.html diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[5] https://amp.tirto.id/siti-baroroh-baried-profesor-perempuan-pertama-cKu9 diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[6] https://ibtimes.id/prof-baroroh-baried-1-wanita-indonesia-dan-pembangunan-bangsa/ diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[7] https://instagram.com/pk_imm_syafiimaarif?igshid=uc3o2tk9lfj2 diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[8] https://instagram.com/dinsyamsuddin_?igshid=142viswnpzm72 diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

[9] https://instagram.com/pk_immamienrais?igshid=d2be0lj23iln diakses pada tanggal 14 Mei 2020 pukul 12.30 WIB

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *