EKSEKUSI WACANA GERAKAN DENGAN SEMANGAT VOLUNTARISME
Oleh : Muh. Anan Wais Lahay
Dalam salah satu bait mars IMM sering kita lantunkan lirik “kitalah cendekiawan berpribadi”, kalimat pendek ini secara tegas menyatakan IMM memiliki identitas yang kuat sebagai akademisi yang memiliki peran intelektualitas dan kesadaran dalam membangun ide atau konsep gerakan yang kritis-adaptif terhadap dinamika masyarakat. Narasi-narasi serupa juga banyak ditemui di buku-buku karya kader IMM atau juga banyak termaktub dalam administrasi serta maklumat atau prinsip-prinsip tertulis yang isinya memaknai gerakan autentik IMM berbasis wacana keilmuan dan pengonsepan yang matang serta menegaskan bahwa identitas IMM ialah sebagai gerakan mahasiswa islam yang harus konsisten dalam agenda-agenda keumatan berbasis intelektual atau disiplin ilmu.
Maka dalam hal ini khususnya IMM Kota Surakarta juga hampir tidak pernah gagal dalam membangun wacana-wacana gerakan yang differensial dan spesialisasi, mulai dari orientasi religius, perkaderan, pengabdian, kesehatan, keilmuan, teknologi, politis, bahkan entrepreneur, akan banyak sekali ditemukan narasi gerakan yang dikonsep secara kritis-filosofis dengan harapan gerakan tersebut memiliki nilai kebermanfaan yang dinamis-adaptif terhadap setiap kalangan masyarakat.
Melihat proses pewacanaan gerakan yang begitu “canggih” harusnya tidak luput dari kemauan dan kekuatan kader-kader IMM untuk mengeksekusinya menjadi aksi nyata yang berkelanjutan, hal ini sangat diperlukan agar wacana yang sudah dibangun dapat dieksekusi dengan sungguh-sungguh bukan hanya menjadi mimpi indah belaka. Memang hendaknya wacana pemikiran kader-kader IMM bersifat praksis-realistis agar dapat terlaksana dan berkelanjutan, karena kemampuan kader IMM dalam merumuskan wacana gerakan tidak perlu diragukan lagi, justru kemampuan dan ketahanan dalam memulai-mempertahankan-menyelesaikan gerakan yang sudah dirumuskan lah yang sekarang dibutuhkan oleh kader IMM.
Tentu saja patut untuk diapresiasi bahwa kader-kader IMM memiliki kecenderungan yang kuat dalam membangun pemikiran kritis membentuk wacana gerakan yang bukan sekedar narasi absurd atau literal saja, tetapi sebagai pemikiran yang “memihak” pada upaya untuk membebaskan masyarakat dari berbagai kelemahan. Demikian pula proses realisasi wacana tersebut harusnya tidak diartikan sekedar formalitas saja, tapi juga mampu untuk memiliki ciri gerakan yang luhur dan berkeadaban. Kemampuan kader-kader IMM dalam menafsirkan aksiologi yang terkandung dalam tubuh ikatan ini sudah seharusnya disertai dengan semangat voluntarisme (kerelawanan) agar dapat memicu kolektivitas gerakan.
Semangat voluntarisme adalah kesadaran dan kemauan yang kuat dari tiap individu dalam berkontribusi, berdampak, dan memecahkan masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat secara sukarela(ketulusan) mengharap ridho Allah SWT dengan memaksimalkan segenap potensi yang dimiliki. Semangat inilah yang seharusnya ada pada kader IMM Kota Surakarta, terlebih IMM Kota Surakarta memiliki kader-kader dengan corak gerakan dan disiplin ilmu yang beragam sehingga potensi untuk menghasilkan kontribusi di lingkup masyarakat akan lebih inovatif dan massif.
Semangat voluntarisme ini juga harus disertai dengan kemampuan resiliensi, yaitu kader-kader diharapkan memiliki ketahanan yang baik, dan mampu beradaptasi serta bangkit dari situasi sulit. Salah satu tantangannya adalah kader IMM sekarang baik di level komisariat atau bahkan cabang sedang berjuang di tengah era strawberry generation yang salah satu problematikanya adalah begitu banyak asupan informasi “bebas nilai” secara instan diperoleh melalui media sosial sehingga mengakibatkan distraksi digital yang cukup kuat. Selain itu juga proyeksi jangka panjang yang kurang konkret dalam pengorganisasian potensi pada setiap perumusan wacana gerakan dapat membuat kader-kader tersesat bahkan berhenti di tengah jalan, hal ini juga menjadi salah satu faktor semangat kerelawanan berkurang, kemudian ditambah tekanan dari kesibukan akademik dan setting prioritas tiap individu kader yang kurang matang juga secara tidak langsung berdampak pada mentalitas kader dalam menjalani kehidupan perkuliahan mudah terdegradasi, hingga pada akhirnya akumulasi faktor-faktor di atas akan mempengaruhi produktifitas kader-kader ikatan dalam gerakan kolektif.
Semangat voluntarisme ini harus terus dievaluasi dan direfleksikan karena untuk melahirkan semangat ini diperlukan integralisasi iman, ilmu, dan amal yang konsisten, agar wacana gerakan yang dirumuskan dapat terealisasi dan berkelanjutan. Gerakan IMM mesti terus melahirkan kader-kader yang tidak saja memahami pengetahuan agama dan tumpul secara keilmuan, begitupun sebaliknya (Akmal Ahsan, 2020: 133).