News, Opini, Suara Kecil

Refleksi Paradigma Inklusif Berkemajuan dalam IMM Jawa Tengah

Oleh: M. Fatahillah (Ketua IMM Surakarta 2022/2023)

Muktamar XX di Palembang menjadi hajat bagi seluruh kader IMM, Sudah menjadi kewajiban kita sebagai kader dan pimpinan disemua level untuk menyemarakkan, meramaikan, memviralkan dan mengabarkan kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa di Indonesia bahwa IMM hari meiliki gagasan untuk IMM kedepan yang tersirat dalam tema Muktamar hari ini yaitu “Bersatu Menuju Indonesia Berdaulat”. Kepesertaan Muktamar diikuti oleh seluruh Pimpinan IMM dari tingkat Cabang, DPD sampai DPP. Selain Muktamar ini sebagai Transformasi ide, juga sebagai Tranformasi kepemimpinan.
Keberpihakan politik digunakan untuk menekan dan membuat proses berjalannya organisasi menjadi tidak normal.
Apakah dalam ikatan ini politik menjadi segala-galanya? sehingga hak dan proses administrasi organisasi menjadi hal yang cukup rumit. Mungkinkah proses administrasi, perkaderan, ataupun kegiatan organisasi menjadi sulit karna keberpihakan politik yang berbeda?
Lalu bagaimana kebijaksanaan dalam sebuah kepemimpinan itu dapat dihadirkan dalam gerakan inklusif berkemajuan dari IMM ini.
Organisasi digunakan untuk mengakomodir kepentingan politik yg tidak dikonsolidasikan dengan baik oleh pimpinan, nihil keterbukaan informasi dan pengambilan keputusan tidak melibatkan pimpinan-pimpinan setingkat dibawahnya, apakah Pimpinan-Pimpinan dan kader-kader ini hanya komoditi politik belaka? Sehingga tak dilibatkan dalam proses untuk mengambil keputusan politik. Serap aspirasi, profiling pimpinan, hal-hal yang sifatnya ideal dalam sebuah kontestasi politik tak dihadirkan.

Dinamika Politik tentu terjadi dalam setiap konstestasi Kepemimpinan, perbedaan pandangan politik, keberpihakan politik menjadi hal yang wajar, Namun hal itu tidak menjadi alasan untuk menghambat partisipasi pimpinan-pimpinan yang terdaftar sebagai peserta penuh untuk mengikuti rangkaian kegiatan dalam Muktamar, seperti pembukaan, sidang pleno, atau hal-hal yang lain ketika berbeda pilihan politik. Apa yang terpikirkan oleh kalian jika hal ini terjadi? Atau mungkin bahkan sudah terjadi. Bagaimana kebijaksanaan seorang pemimpin? Atau perpolitikan yang dewasa dapat dihadirkan?.
Apakah harus memakai institusi organisasi untuk mempersulit administrasi, membekukan SK struktural, tidak mengeluarkan SK struktural jika berbeda pandangan dan pilihan dalam politik? Tentu ini menjadi pertanyaan besar.
Dialektika yang inklusif harus dihadirkan dalam IMM sebagai bagian dari kultur Intelektual, manifesto gerakan inklusif berkemajuan juga menjadi tanggung jawab IMM hari ini dan kedepan. Tentu Paradigma inklusif perlu kiranya diinternalisasikan dalam setiap alam pikiran kader dan Pimpinan IMM agar semua hal itu dapat terwujud.