Antara Lembaga dan Bidang : Andai Saya Hadir di Musyawarah Cabang (Part 2)
Pada tulisan saya sebelumnya, saya telah membahas tentang perbedaan Bidang dan Lembaga, serta saya juga membahas tentang Korps Kesehatan Mahasiswa Muhammadiyah. Setelah membaca tulisan pertama saya ini (di sini), seharusnya pembaca dapat memahami bagaimana sebuah Bidang dan Lembaga memiliki karakteristik serta sifat yang sama sekali berbeda. Bagi saya, kekeliruan dalam penentuan antara Bidang atau Lembaga memiliki implikasi yang fatal, tidak hanya secara teknis tetapi juga secara konseptual. Hal inilah yang terjadi di tubuh IMM. Tulisan ini akan meneruskan pembahasan mengenai usulan saya di Sidang Komisi C, apabila saya menjadi peserta Musycab.
Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
Rekomendasi saya adalah Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan ini dihapus serta pengadaan Badan Usaha Milik Ikatan (BUMI) kembali sebagai Lembaga Otonom. Kenapa demikian? Sudah jelas kan dari awal, bahwa Bidang termasuk struktural utama (hall, bukan kamar), dengan kata lain adalah BPH. Kalau Bidang Ekowir termasuk struktur utama, lalu pertanyaan saya “Iki IMM kate ngurus gerakan po kate dodolan jane?”. Yen kate dodolan, hambok digawe korporasi sisan wae lak malah apik. ( “ini IMM mau ngurus Gerakan apa mau jualan sebenernya ?”. jika mau jualan, ya mendingan dibuat korporasi sekalian aja malah lebih bagus.)
Misalkan begini, UMS mengadakan tender pengadaan jas almamater, masa IMM melalui Bidang Ekowir masuk ikut tender gitu? Masa IMM jualan, ya tidak dong. IMM dan Muhammadiyah itu tidak boleh jualan. Begitu juga Negara, Negara tidak boleh jualan, lebih-lebih jualan dengan rakyatnya sendiri. Yang jualan itu, namanya Pertamina, Antam, Pelindo, Angkasa Pura, dan lain-lain. Ini adalah prinsip, Negara dan Pasar tidak boleh jadi satu, harus dipisah. Tapi BUMN pun sebenarnya juga nggak sepenuhnya jualan, karena masih ada mekanisme seperti subsidi, misalnya.
Oleh karena itu, Bidang Ekowir harus menjadi BUMI sebagai Lembaga Otonom. Tapi mas, biasanya struktur Lembaga itu tidak efektif, orang-orangnya kadang muncul kadang tidak, gimana? Emangnya kalau bentuknya Bidang, bakal menjamin orangnya tidak hilang-hilangan? LSPEU IMM Avicenna FF adalah bukti konkret, bahwa bentuk Lembaga Otonom dapat berjalan sangat efektif. Saya bersyukur, IMM Avicenna FF tidak mengubah LSPEU menjadi Bidang Ekowir sebagaimana Cabang dan Komisariat lainnya.
IMM UMS periode 2014-2015 mengalami tekanan dari kampus agar IMM mau menerima untuk di-SK-kan oleh kampus¹. Alasan sebenarnya adalah untuk keperluan auditing dan akuntabilitas keuangan IMM UMS. Tetapi Korkom dan semua Komisariat di UMS menolak untuk di-SK-kan kampus, ya karena IMM adalah Organisasi Otonom dan tidak berada di bawah kampus manapun¹. Akhirnya selama periode ini, keuangan IMM UMS dibekukan oleh kampus. Masta pun harus mengandalkan penarikan biaya kepada mahasiswa baru sebesar Rp. 10.000,- per mahasiswa.
IMM UMS menggunakan uang Masta seirit mungkin, agar sisanya dapat digunakan untuk operasional selama satu periode ke depan. Komisariat “gemuk” seperti FKIP dapat menyisihkan uang sekitar 5 jutaan, tetapi Komisariat “kecil” seperti Ahmad Dahlan FH paling-paling cuma dapat menyisihkan sekitar 2 jutaan saja. Sampai sini, IMM UMS mulai berguguran menerima peng-SK-an oleh kampus. Satu-satunya Komisariat yang bertahan hingga akhir periode tidak menerima SK kampus ya Avicenna. Bahkan tanpa SK kampus sekalipun, saya yakin detik ini juga Avicenna akan tetap bertahan. Hal itu ya karena peran LSPEU-nya.
Usul saya, Lembaga Otonom yang bernama BUMI itu harus berbentuk Koperasi. Anggotanya siapa? Ya Cabang, Korkom dan Komisariat-komisariat IMM Solo, serta bisa juga individu-individu kader kalau berkenan. Buatkan AD/ART BUMI sesuai UU Perkoperasian serta sesuaikan RAPB dan annual report-nya dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Tarik iuran pertama pendirian Koperasi ke Komisariat, kalau misalnya per Komisariat iuran 1 juta, maka paling tidak dapat terkumpul uang 10 jutaan. Uang ini dapat digunakan sebagai pemenuhan legalitas serta pendirian usaha-usaha. Buka lowongan karyawan, serta gaji mereka secara profesional. Gaji seratus-dua ratus, ya lumayan untuk mahasiswa. Kalau koperasi berkembang, naikkan gaji karyawannya. Bagikan SHU di setiap RAT BUMI.
Kenapa Koperasi dan bukan Korporasi? Jelas BUMI tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan semata. Apakah Koperasi bisa bersaing dengan Korporasi? Mungkin bisa. FrieslandCampina adalah sebuah koperasi petani/peternak produsen susu sejak 1879 yang dibentuk di Friesland, Belanda². Hari ini produknya yang kita kenal adalah Frisian Flag atau Susu Bendera. Cukup populer bukan? Nggak kalah ah sama Nestle dan Unilever. Jangan salah, Koperasi Tani loh iki rek. Koperasi di Belanda bisa sebesar itu, eh di Indonesia malah nggak laku. Inilah kurangnya kajian dan pengembangan koperasi di Indonesia.
Kerumitan inilah alasannya kenapa di Pedoman Organisasi dan Administrasi IMM Solo tahun 2017, tidak ada AD/ART BUMI³. Menghidupkan BUMI, paling tidak butuh mendudukkan Bidang Organisasi dengan kader Hukum, Manajemen, dan Akuntansi. Kalau sama-sama masih awam, coba legalitas pendirian Koperasi didikusikan dengan dosen Hukum, standar akuntansi koperasinya didikusikan dengan dosen Akuntansi, manajemen koperasinya didikusikan dengan dosen Manajemen. Bisa juga studi banding ke Kopma UMS yang sudah punya pengalaman dan jaringan.
Sepertinya tidak ada UKM kampus yang lebih kaya dan sejahtera daripada Kopma kampus ini. Bahkan kalau ada UKM tertentu yang mau jual seluruh asetnya, bisa-bisa dibayarin nih ama Kopma, kalau perlu setanah dan bangunan-bangunannya sekalian.
Bidang IMMawati
Seperti yang sudah saya sampaikan di tulisan saya yang ini (di sini), jadi saya juga akan mengusulkan penghapusan Bidang IMMawati serta menaikkan status Korps IMMawati sebagai Lembaga Otonom. Problem ini agak rumit, karena tak seperti UPP lainnya, Korps IMMawati ini diatur secara spesifik di IMM. Agar lebih jelas, baiknya kita bedah satu per satu dulu apa itu Bidang IMMawati dan apa itu Korps IMMawati.
Baik Bidang ataupun Korps IMMawati, keduanya tidak secara eksplisit disebutkan di AD/ART IMM⁴. Bidang IMMawati baru muncul di Mekanisme Kerja Pimpinan, saya kira ini clear bahwa posisi Bidang IMMawati ya seperti Bidang-bidang lainnya. Kalau Korps IMMawati ini, secara urut munculnya dari Kaidah Unsur Pembantu Pimpinan (UPP), diatur lagi di Kaidah Korps IMMawati, terus diatur lagi di Pedoman IMMawati. Jadi, Korps IMMawati termasuk UPP, tetapi diatur lagi secara spesifik di peraturan lainnya. Mari kita urai dari Kaidah Korps IMMawati.
Pasal 1 di Kaidah Korps IMMawati menyebutkan bahwa anggota Korps IMMawati adalah semua IMMawati. Artinya, IMMawan bukan anggota Korps IMMawati. Meski begitu, ini tidak akan bias, karena IMMawan pun masih dimungkinkan terlibat dalam setiap agenda Korps IMMawati. Kemudian pada pasal 2, Korps IMMawati adalah lembaga struktural IMM. Berbeda dari Korkom yang merupakan lembaga fungsional, yang boleh ada boleh tidak tergantung fungsi dan kebutuhan.
Lembaga struktural harus dimaknai secara hierarkis, artinya Korps IMMawati ya harus ada. Selama ada Pimpinan Cabang, ya berarti harus ada Korps IMMawati Cabang. Selain itu, tidak bisa juga misalnya Pimpinan Cabang punya Korps IMMawati tapi kok DPD tidak punya, kalau seperti itu namanya ya tidak hierarkis. Jadi sudah jelas, sebenarnya Bidang IMMawati DPD tidak perlu juga mengadakan survei tentang “perlu nggak, DPD punya Korps IMMawati?”⁵. Komisariat pun seharusnya ya punya Korps IMMawati.
Pada pasal 7 Ayat 3 disebutkan bahwa syarat sebagai Pimpinan Korps IMMawati adalah seperti halnya syarat Pimpinan IMM setingkat. Artinya kalau syarat Pimpinan Cabang harus sudah DAM, maka syarat Korps IMMawati Cabang ya harus sudah DAM. Pasal 10 Ayat 1 juga bilang bahwa pemilihan Pimpinan Korps IMMawati dilaksanakan pada waktu yang sama dengan musyawarah IMM setingkat. Artinya, pemilihan Pimpinan Korps IMMawati Cabang ya berbarengan saat Musycab itu. Tapi di Pasal 12 bilang, kalau LPJ Korps IMMawati dilaporkan di depan Pimpinan IMM setingkat. Dikarenakan mereka harus behadap-hadapan, maka mereka tidak melakukan laporan pertanggungjawaban secara bersamaan. Artinya reorganisasi IMM dan Korps IMMawati itu satu waktu, tetapi di dua forum.
Interpretasi saya terhadap pasal-pasal di atas adalah bahwa di dalam Musycab IMM terdapat Musycab Korps IMMawati. Kalau di-breakdown agendanya mungkin jadi begini : Pembahasan Tatib Musycab IMM dan Korps IMMawati (dijadiin satu Tatib aja), LPJ-an Korps IMMawati di Musycab Korps IMMawati (pesertanya perwakilan Pimpinan Cabang dan mandataris-mandataris Korps IMMawati Komisariat), LPJ-an Pimpinan Cabang, Sidang Komisi, pemilihan Fomatur dan Pimpinan Korps IMMawati Cabang, dan Sidang Formatur. Alhasil, Ketum Pimpinan Cabang dan Ketua Korps IMMawati Cabang terpilih dapat dipublikasikan berbarengan. Jelas yah? Jadi akan tepat kalau kedudukan Korps IMMawati ini sebagai Lembaga Otonom.
Kader tuh bingung soal posisi Bidang IMMawati dan Korps IMMawati karena pada awalnya di Pedoman IMMawati tahun 2003, Kabid IMMawati tuh ex officio Ketua Korps IMMawati⁶. Artinya Kabid IMMawati ya Ketua Korps IMMawati. Makanya IMMawati Frisca itu selain menjabat sebagai Kabid IMMawati DPP IMM juga menjabat Ketua Korps IMMawati Pusat periode 2018-2021⁷. Posisi ini persis dengan posisi Ketua KOHATI yang juga ex officio Kabid Pemberdayaan Perempuan HMI. Tapi kalau dibikin ex officio begini, maka akan berbenturan dengan Pasal 12 Kaidah Korps IMMawati. Bagaimana caranya Ketua Korps IMMawati LPJ-an di hadapan Pimpinan IMM, sedangkan dirinya sendiri juga Pimpinan IMM (Kabid IMMawati)? Tapi sejak Pedoman IMMawati dirubah pada tahun 2019⁸, di situ dinyatakan bahwa Ketua Korps IMMawati nggak ex officio lagi dengan Kabid IMMawati. Jadi, Pasal 12 bisa dipenuhi.
Sudahlah, memposisikan Korps IMMawati sebagaimana posisi Aisyiyah dan Muhammadiyah itu dah paling tepat, yakni sebagai Lembaga Otonom yang bersifat khusus⁹. Saya yakin kalau dibuat demikian, maka para IMMawati akan lebih solid, saling bersolidaritas, serta merasa memiliki Korps IMMawati sebagai lahan perjuangannya di IMM. Misalnya tidak akan ada lagi ceritanya “tidak ada calon formatur IMMawati di Musyda”. Saya yakin, Korps IMMawati Komisariat akan berontak dan menuntut Korps IMMawati Cabang agar mencari kader IMMawati yang dapat dicalonkan sebagai formatur bahkan Ketua Umum DPD. Begitu juga saat Musycab, Korps IMMawati Komisariat akan mencari kadernya sendiri untuk dicalonkan sebagai Ketua Umum Pimpinan Cabang.
Kedua, Pedoman IMMawati oleh IMM Solo diteruskan lagi ke Pedoman Korps IMMawati IMM Solo, lalu diteruskan lagi ke Mekanisme Kerja Korps IMMawati IMM Solo. Kalau Korps IMMawati menjadi Lembaga Otonom, maka kedua peraturan itu disatukan saja, dijadikan AD/ART Korps IMMawati IMM Solo. AD/ART ini sekalian juga mengatur Korps IMMawati Komisariat. Selain itu, mungkin juga ada beberapa hal yang perlu direvisi.
Selain untuk memeperdayakan IMMawati, tujuan dibentuknya Korps IMMawati kan sebenarnya juga untuk mengadvokasi isu-isu keperempuanan¹⁰. Nah, Korps IMMawati IMM Solo belum memiliki Divisi Advokasi, baru Divisi Perkaderan, Divisi Riset, serta Divisi Media dan Publikasi¹¹. Waktu awal dibentuk pada tahun 2016, belum adanya Divisi Advokasi dikarenakan untuk melakukan kerja-kerja advokasi itu butuh persiapan. Tetapi jangan terus dibiarkan tidak ada. Lalu, bagaimana cara Korps IMMawati melakukan advokasi?
Advokasi itu bukan rasan-rasan terus diunggah di medsos loh ya. Advokasi kan ada litigasi dan non-litigasi. Nah, masalahnya kalian itu masih mahasiswa jadi tidak punya legal standing untuk maju ke meja hijau, kalau sekedar non-litigasi sih masih bisa. Apalagi kalian juga bukan berlatarbelakang mahasiswa Ilmu Hukum semua. Tetapi santuy, masih ada jalan. Menurut saya selain mengadakan Diksuswati, Korps IMMawati juga harus mengadakan Pelatihan Paralegal tingkat Dasar. Kalau kalian mendapat sertifikat paralegal, maka kalian dapat mendampingi seorang advokat untuk maju ke meja hijau. Paralegal nggak harus mempunyai latar belakang mahasiswa Ilmu Hukum, bisa siapa saja. Lalu, bagaimana cara agar punya koneksi ke advokat untuk melakukan advokasi litigasi?
Korps Instruktur butuh Dewan Etik, itu karena fungsi Dewan Etik adalah untuk menjaga Kode Etik Instruktur. Dewan Etik Korps Instruktur IMM Solo adalah Pimpinan Umum Cabang dan Bidang Kader Pimpinan Cabang¹². Kalau Korps IMMawati, buat apa punya Dewan Etik?¹³ Menurut saya, Korps IMMawati bukan butuh Dewan Etik, tetapi Dewan Pakar seperti Korps Kesehatan tadi. Komposisi Dewan Pakar bisa diambil dari Majelis Hukum dan HAM PDM Solo (ex officio), Majelis Hukum dan HAM PDA Solo (ex officio), LKBH UMS (ex officio), dosen senior Ilmu Hukum, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Lewat mereka lah, kalau Korps IMMawati mau melakukan advokasi litigasi.
Korps IMMawati Komisariat tidak butuh Dewan Pakar, kalau mau melakukan advokasi litigasi, limpahkan saja ke Korps IMMawati Cabang biar diproses ke Dewan Pakarnya. Alhasil dengan demikian Korps IMMawati memiliki elemen-elemen untuk melakukan advokasi. Korps IMMawati memiliki Divisi Advokasi, kader-kadernya menjadi paralegal, kalau mau menuntut juga punya Dewan Pakar. Andaikan dalam rangka proses advokasi membutuhkan penanganan klinis, ya kolaborasi saja dengan Korps Kesehatan, mereka kan juga punya Dewan Pakar. Beres kan? Kira-kira itulah skala prioritas materi yang akan saya bawa ke Sidang Komisi C, andaikan saya adalah BP dan atau peserta Musycab. Materi lain, biar disampaikan oleh musyawirin yang lain.
Oleh : Mahfud Ali Haidar
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY
Catatan:
- Dokumen 1
- https://www.frieslandcampina.com/about-frieslandcampina/ diakses pada tanggal 24 Agustus 2022 pukul 19.30 WIB
- PC IMM Kota Surakarta. (2017). Pedoman Organisasi dan Administrasi IMM Kota Surakarta. Surakarta: PC IMM Kota Surakarta
- DPP IMM. (2018). Tanfidz Muktamar XVIII Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Jakarta: DPP IMM
- https://www.instagram.com/p/ChWqDYuB67T/?igshid=YmMyMTA2M2Y= diakses pada tanggal 24 Agustus 2022 pukul 19.30 WIB
- DPP IMM. (2003). Pedoman IMMawati. Jakarta: DPP IMM
- DPP IMM. (2018). Tanfidz Muktamar XVIII Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Jakarta: DPP IMM
- DPP IMM. (2019). Pedoman IMMawati. Jakarta: DPP IMM
- SK PP Muhammadiyah Nomor : 92/KEP/I.0/B/2007 tentang Qaidah Organisasi Otonom, lih. Pasal 3
- Gambar 1
- Mekanisme Kerja Korps IMMawati IMM Kota Surakarta, lih. Pasal 11
- Mekanisme Kerja Korps Instruktur IMM Kota Surakarta, lih. Pasal 12
- Mekanisme Kerja Korps IMMawati IMM Kota Surakarta, lih. Pasal 12
[embeddoc url=”http://immsurakarta.or.id/wp-content/uploads/2022/09/Dokumen-1.pdf”]