Artikel

Menakar Esensi dan Eksistensi IMM di Era Digital

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau yang sering kita kenal dengan IMM merupakan organisasi perkaderan dan pergerakan. Dalam usianya yang menginjak 58 tahun ini, tentunya tidak dapat dipungkiri memiliki tantangan dan dinamika berbeda-beda pada setiap zamannya. Dengan demikian perlu sebagai kader IMM dapat memahami secara utuh IMM itu sendiri, agar tidak terlepas dari ranah gerak IMM dan tentunya dapat selalu mengibarkan sayap dakwahnya diberbagai tempat dan di segala waktu.

Allah SWT berfirman di dalam Qs. An-Nisa Ayat 9, yang artinya :

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.

Berbicara perkaderan, ini berarti berbicara masa depan. Perlu adanya pemahaman pentingnya melakukan kaderisasi sesuai dengan Ayat di atas. Ayat ini lah yang menjadi refleksi agar IMM tidak meninggalkan generasi yang lemah, sekaligus menjadi landasan dalam melakukan kaderisasi agar IMM mampu menjawab berbagai persoalan di masa depan. Sehingga melahirkan kader yang memiliki kapabilitas dan loyalitas, karena apabila kurang optimalnya perkaderan dalam organisasi IMM, akan melahirkan kader-kader yang premature. Mereka adalah kader yang belum siap menjadi pimpinan dengan minimnya bekal untuk menjadi seorang pemimpin dan mengelola suatu organisasi.

Perkaderan yang termaktub di IMM ini, memiliki maksud bahwa organisasi IMM merupakan suatu wadah kaderisasi, yang di siapkan dan di bentuk untuk menjadi tampu pimpinan umat. Bukan sekedar organisasi event organizer, dan bukan pula organisasi penuh euforia semata. Perkaderan dalam ikatan ini menjadi jantungnya organisasi, yang memiliki peranan yang vital. Apabila IMM adalah raganya, maka perkaderan merupakan jiwanya.

Dalam konteks perkaderan IMM, diklasifikasikan menjadi dua bentuk perkaderan yakni secara struktural (Formal) dan perkaderan kultural (Non-Formal). Hal yang kemudian menjadikan kader mampu bertahan dan berjuang di IMM ini lebih terbentuk dalam perkaderan kultural. Perkaderan formal hanya media saja, tetapi proses transfer of value, transfer of knowledge, dan transfer of ideology sangat berdampak dalam proses kaderisasi menggunakan pendekatan kultural. Selain itu, berbicara dampak dari perkaderan itu yang nantinya akan sangat mempengaruhi kapabilitas dan loyalitas dari seorang kader. Karena hal itu juga bentukan dari atau hasil dari apa yang ia dapatkan dari sebelumnya (hasil perkaderan yang diterima kader tersebut).

Kaderisasi selain sebagai sebuah proses, juga merupakan sebuah sistem yang berada pada sistem yang lebih besar yaitu organisasi itu sendiri, dengan demikian berarti semua komponen yang ada dalam sistem organisasilah yang melaksanakan proses kaderisasi ini, bukan hanya milik ketua ataupun bidang kaderisasi saja. Ada tiga kata kunci dalam rencana strategis tersebut yaitu pelaku gerakan, ideologi gerakan Muhammadiyah, dan sistem kaderisasi. Khusus yang diistilahkan dengan pelaku gerakan mencakup subjeknya sendiri terdiri dari: Pimpinan, kader, dan anggota persyarikatan.[1] Perlu menjadi perhatian bahwa, pemilik tanggung jawab atas kebijakan perkaderan merupakan bidang kader, namun yang memiliki tanggung jawab perkaderan adalah semua pimpinan.

Hal yang kemudian menjadi tantangan dalam perkaderan adalah instrumen perkaderan dalam tubuh ikatan itu sendiri. Ketika suatu organisasi belum mengerti peran dan fungsi kader dalam instrumen perkaderan. Maka hal itu yang akan menghambat tujuan dari perkaderan. Dengan kondisi demikian, maka perlu untuk setiap elemen yang berada dalam organisasi perkaderan mampu memahami peran dan fungsinya dan perlu juga adanya pembagian fokusan dalam perkaderan. Sehingga regenerasi terus bergulir, dan kapabilitas kader IMM juga dapat terus meningkat. Perlu adanya strategi khusus dalam menyikapi, karena apabila salah satu lalai. Maka terjadi kecacatan perkaderan.

Dengan realita kondisi objektif masyarakat zaman sekarang yang demikian, perlu adanya suatu penawaran konsep dan sistem yang baru. Agar perkaderan tidak hanya menjadi wadah kosong tanpa isi. Hanya memiliki konsep, tapi tidak dengan tindakan dan perjuangan. Perkaderanpun tidak hanya sebatas konsep, namun juga pembuktian dan tindakan yang nyata.

Belum lagi, dikotomi antara masa depan dengan ikatan. Menariknya hal ini selalu dipisahkan, yang menjadi pertanyaan adalah apakah tidak dapat diantara keduanya diperjuangkan bersama. Tentu ini menjadi persoalan dan tantangan besar bagaimana menjadi kader IMM bisa untuk sukses dalam karir atau yang sering kita dengar sebagai masa depan, dan tetap memiliki kontribusi aktif dalam organisasi. Maindset ini sangat jarang dimiliki kader IMM, mereka lebih memilih untuk memilih salah satunya dan ikut dengan kultur yang membudaya. Pasalnya banyak yang tidak melanjutkan struktural hanya karena ingin fokus masa depan, dan banyak yang memilih untuk loyal di Ikatan dengan menyampingkan akademik. Semua dapat sama-sama dieprjuangkan bersama. Susah, tetapi belum tentu tidak bisa. Hal yang lebih utama, bukan hanya sekedar berorganisasi, tapi lebih dari itu. Kebermanfaatan untuk kemaslahatan bersama perlu untuk dipahami kader IMM masa kini.

Sayangnya semakin kesini, organisasi IMM-pun juga mengalami disorientasi dalam gerakan, juga dalam proses kaderisasi. Barangkali spirit perkaderan ini juga mulai meluntur. Melihat tantangan zaman di era digital ini semakin meningkat, harapannya IMM-pun juga merespon hal ini dengan baik. Seperti spirit Muhammadiyah dalam gerakan ‘Tajdid’ atau sering kita kenal dengan pembaharuan. IMM juga harus mampu melakukan tajdid dalam pemikiran maupun gerakan. Sehingga IMM dapat eksis pada era digital dan tidak meninggalkan essensi dari ranah gerak IMM sendiri.

Dalam era digital ini harapannya kader IMM mampu memaksimalkan potensinya dalam wadah kaderisasi dan juga dalam media dakwah. Kondisi kegagapan dalam kemajuan teknologi dan informasi ini harus segera dibasmi dengan melek dan cakap bermedia sosial. Agar IMM dapat mengisi media dengan konten yang lebih bermanfaat dan memiliki value kepada masyarakat umum. Selain itu agitasi massa dalam sasaran dakwah ini juga harus diperhatikan, agar IMM memiliki basis massa yang banyak dalam melakukan gerekan dakwah dan dalam proses kaderisasi Ikatan.

Dengan berbagai ikhtiar, bagaimanapun kondisi kedepan. IMM harus mempu mempertahakan ghirohnya. Agar IMM tidak hanya dikenal sebagai jas merahnya, dengan jargon ‘IMM jaya’nya tetapi lebih jauh dari itu, dampak IMM untuk lingkungan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Selain itu IMM juga menjadi wadah yang dapat membentuk cendekiawan berpibadi, agar tak hanya sekedar angan-angan, ditengah kekompleks-an persoalan perkaderan. Hal ini tidak dapat berjalan dengan maksimal tanpa adanya kesadaran dengan pendekatan struktural dan kultural.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Tentang apa nanti yang akan terjadi ke depan ya memang harus dihadapi toh itu konsekuensi. Terkadang persoalan dalam perkaderan hari ini bukan tentang sekedar ‘kemampuan’, tetapi masalah utamanya adalah susahnya mencari ‘kemauan’. Atau jangan-jangan hanya ingin menghindar dari beban moral atau tanggung jawab Ikatan sahaja.”

 

Oleh : Fika Annisa Sholihah

(Ketua Bidang Kader PC IMM Kota Surakarta)

[1] Tim MPK PP Muhammadiyah. Sistem Perkaderan Muhammadiyah. Yogyakarta 2008, hal.1