Artikel

Belajar dari Musyawarah Tertinggi yang Sudah-Sudah

Sebentar lagi, IMM di lingkungan Cabang Kota Surakarta akan menyambut dua euforia puncak dalam sebuah organisasi perkaderan, yakni reorganisasi dan penyambutan mahasiswa baru. Penulis tidak mengulas terkait penyambutan mahasiswa baru, namun lebih mengulas perihal reorganisasi.

 

Reorganisasi di IMM, sebagaimana dalam aturan yang berlaku di IMM, bisa ditemui di AD IMM Bab VII Pasal 18 tentang Permusywaratan dan ART IMM Bab V tentang Permusywaratan. Reorganisasi di IMM dinamakan Musyawarah Komisariat (Musykom), Musywarah Cabang (Musycab), Musywarah Daerah (Musyda), dan Muktamar.

 

Reorganisasi akan dilaksanakan apabila periodisasi kepengurusan sudah berakhir sesuai dengan waktu yang tertulis di surat keputusan yang mengesahkan susunan kepengurusan tersebut. Berbeda hal dengan reshuffle. Istilah reshuffle digunakan untuk merubah susunan kepengurusan di pertengahan periodisasi.

 

Hal yang mengkhawatirkan di IMM, khususnya di lingkungan Cabang Kota Surakarta, adalah kesalahan-kesalahan dalam musyawarah yang selalu sama, dan terulang setiap tahunnya. Karena hal-hal yang bersifat teknis tersebut, kerap kali Musywarah Tertinggi di lingkungan IMM Cabang Kota Surakarta berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Ada yang berpendapat bahwa musyawarah yang berjalan lama merupakan musyawarah yang dinamis. Penulis tekankan bahwa waktu bukanlah tolak ukur keberhasilan sebuah musyawarah, namun seberapa efektif dan efisien musyawarah tersebut dilaksanakan adalah tolak ukur sebenarnya.

 

Persoalan Surat Keputusan Pimpinan Setingkat

Persoalan substansial, yang selalu dipertanyakan. Mengapa persoalan ini selalu dipertanyakan? Karena surat keputusan yang dimaksud adalah Surat Keputusan (SK) tentang Pengesahan Perangkat Musyawarah dan Pengesahan Tempat dan Waktu Musyawarah. Kedua hal tersebut merupakan bagian substansial dalam permusywaratan tertinggi.

 

Hal substansial yang tecantum dalam SK tentang Pengesahan Perangkat Musyawarah adalah waktu pengesahan Perangkat Musyawarah. Karena hal tersebut menyangkut dengan waktu bekerjanya Perangkat Musyawarah. Apabila, perangkat sudah melakukan pekerjaannya untuk mempersiapkan musyawarah, sebelum mereka disahkan dalam Rapat Pleno (untuk komisariat)/Rapat Pleno Diperluas (untuk PC dan DPD)/Tanwir (untuk DPP). Maka, dapat dikatalan pekerjaan yang dihasilkan sebelum adanya pengesahan, akan dianggap ilegal atau tidak sah. Solusinya hanya satu, yaitu segera lakukan pengesahan, agar hasil diskusi Perangkat Musyawarh mendapatkan legitimasi dari pimpinan setingkat.

 

Kemudian, menyangkut perihal tempat dan waktu musyawarah, sepatutnya disepakati dalam Rapat Pleno/Rapat Pleno Diperluas/Tanwir yang sudah diadakan jauh-jauh hari sebelum musyawarah berlangsung. Karena hal tersebut bersangkutan dengan persiapan kehadiran para peserta dan peninjau musyawrah tertinggi.

 

Khusus menyangkut dengan tempat penyelenggaraan musyawarah. Ada beberapa hal yang berbeda dalam penetapannya di masing-masing tingkat pimpinan. Pada tingkat DPP dan DPD, barangkali PC bisa termasuk ke dalamnya, yakni menggunakan tender dalam penyelenggaraan musywarah. Penyedia tender yang dimaksud ialah pimpinan setingkat dibawahnya menyediakan tempat sebagai tuan rumah atas penyelenggaraan musyawarah. Sehingga, perlu disampaikan beberapa syarat saat pengajuan diri, yakni perizinan kepada pemerintah dan Pimpinan Muhammadiyah setempat.

 

Persoalan Peserta dan Peninjau

Pemahaman awam terkait Peserta dan Peninjau Musyawarah, bisa dimulai dari memahami isi dari ART IMM Bab V Tentang Permusyawaratan. Apabila berkaitan dengan Musyawarah Cabang, dijelaskan pada Pasal 23 ayat 2. Sedangkan, untuk Musyawarah Komisariat, dijelaskan pada pasal 24 ayat 2.

 

Perbedaan antara Peserta dan Peninjau, bisa dilihat dari perbedaan wewenang yang mereka dapatkan. Sebagaimana dijelaskan pada pasal yang sama di ayat 3, Peserta mendapatkan wewenanang berupa menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih, serta memiliki hak 1 (satu) suara. Sedangkan, peninjau, mendapatkan wewenang berupa menyatakan pendapat saja.

 

Selain itu, hak suara juga bersangkutan dengan interupsi persidangan yang hanya diperbolehkan bagi Peserta. Interupsi yang dimaksud ialah interupsi yang memiliki keterkaitan dengan hak dipilih dan memilih. Contoh, interupsi point of order dan interupsi point of option. Karena kedua interupsi tersebut memiliki sifat mengikat dan mengatur terhadap musyawarah dan seisinya. Sehingga, hanya peserta yang mampu menyepakati dan menolak kedua interupsi tersebut.

 

Ada beberapa persoalan di cabang yang belum dipahami oleh awam. Tentu saja persoalan yang berkaitan Peserta dan Peninjau, yakni peranan Perangkat Musyawarah (Badan Pekerja (BP), Steering Committee (SC), Organizing Committee (OC), dan Panitia Pemilihan(Panlih)) terhadap hak suara dan hak bicara. Persoalan ini juga berlaku di tingkat komisariat.

 

Pertama, perlu di yakini bahwa wewenang Peserta, Peninjau dan Perangkat Musyawarah merupakan hal yang berbeda. Maksudnya ialah, Perangkat Musayawarah memiliki hak untuk menyatakan pendapat, memilih dan dipilih. Namun, beberapa hal yang membedakan ialah (a) Perangkat Musyawarah tidak dapat menggunakan hak dipilih dan memilih saat pemilihan formatur dan/atau ketua umum, (b) Perangkat Musyawarah menggunakan hak memilih dan dipilih untuk meng-interupsi persidangan, sebijaksana mungkin dan sesuai dengan tupoksinya sebagai Perangkat Musyawarah, dan (c) jalannya musyawarah, tetap dalam kontrol Peserta Musyawarah.

 

Misalnya, Perangkat Musycab, khususnya BP, ditengah-tengah persidangan, terdapat perbedaan pendapat antara BP satu dengan BP yang lainnya, maka disitu BP berhak mengajukan interupsi point of order untuk men-skorsing persidangan untuk konsolidasi BP dan sebagainya.

 

Atau, bisa jadi kendala teknis. Misalnya, OC meminta pending beberapa waktu untuk memperbaiki kendala teknis tersebut. Jadi, OC meng-interupsi persidangan sebagaimana menggunakan hak dipilih dan memilih, mengajukan interupsi point of order untuk skorsing atau pending. Maka, kedua hal tersebut dibenarkan penggunaannya, terlepas yang mengajukan interupsi bukan termasuk Peserta Musyawarah atau bukan.

 

Kedua, kedudukan Korkom IMM dan UPP Cabang merupakan bukan Peserta Musyawarah. Karena dalam ART IMM Bab V tentang Permusyawratan, pada pasal 23 tentang Musycab, dijelaskan bahwa Peserta Musycab adalah (a) Pimpinan Harian Cabang, (b) perwakilan komisariat 4 (empat) orang dan (c) perwakilan daerah 1 (satu) orang. Kedudukan Badan Pimpinan Harian sama dengan Pimpinan Harian Cabang, sedangkan Korkom IMM dan UPP Cabang tidak termasuk Pimpinan Harian Cabang. Hal ini juga bisa dialami oleh tingkat komisariat.

 

Secara struktur kepengurusan yang diatur dalam MKP masing-masing tingkat pimpinan, BPH, UPP dan Korkom IMM memiliki kedudukan yang berbeda. Namun, perbedaan kedudukan tersebut diletakkan dalam satu wadah yang lebih besar, apabila di tingkat cabang dinamakan Pimpinan Cabang. Hal ini juga berlaku di tingkat pimpinan lainnya.

 

Ketiga, Peninjau Musyawarah perlu dicantumkan secara konkret di dalam tata tertib Musyawarah. Lupa disadari, bahwa tata tertib Musyawarah merupakan panduan pelaksanaan Musyawarah. Apabila terdapat sesuatu yang tidak tercantum dalam tata tertib Musyawarah, tetapi tetap dilakukan dalam musyawarah, maka hal tersebut bersifat illegal atau tidak sah.

 

Peninjau Musyawarah biasanya dihadiri oleh Pimpinan Komisariat non-perwakilan dan Anggota Komisariat (Kader)/Calon Pimpinan Komisariat di Lingkungan IMM Cabang Kota Surakarta. Alangkah baiknya, beberapa peninjau yang hadir sudah termaktub dalam tata tertib Musyawarah. Perlu ditekankan bahwa peninjau seharusnya hadir atas undangan dari pimpinan/panitia yang bersangkutan.

Kerangka konsep tersebut merupakan kerangka konsep ideal pelaksanaan Musycab. Warna biru menjelaskan tentang Pimpinan Cabang yang terbagi menjadi BPH, UPP, UPT dan Korkom IMM. UPT yang dimaksud disini adalah SC dan OC Musycab. Warna merah menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Rapat Pleno Diperluas. Warna Kuning menjelaskan pihak yang diundang secara resmi dan berkedudukan sebagai Peserta Musycab.

 

Persoalan di komisariat, pada umumnya berkutat pada masalah Peserta dan Peninjau dalam tata tertib musyawarah terhadap AD/ART IMM. persoalan yang tidak lain dan tidak bukan, hanya ada di Musykom saja, yaitu seluruh kehadiran anggota komisariat sebagai Peserta Musykom. Maksudnya ialah, seluruh Anggota Komisariat diperbolehkan hadir dan dapat menjadi Peserta Musykom. Persoalan yang ada ialah, beberapa oknum Pimpinan Komisariat tidak menyantumkan kata “seluruh” pada kalimat tersebut, justru diganti dan ditambah dengan periode dari calon pimpinan. Penulis akan memberikan contoh yang benar dan kurang benar:

  • Contoh yang kurang benar

  • Contoh yang benar

Persoalan surat keputusan dan persoalan peserta dan peninjau musyawarah merupakan persoalan yang kerap kali muncul di Musyawarah Komisariat. Tips untuk berjaga-jaga apabila terdapat urusan Pimpinan Komisariat menyangkut dengan administrasi. Pimpinan menyediakan alat cetak, kertas, dan membawa cap pimpinan, agar sewaktu-waktu dapat dipergunakan. Satu lagi, pelajaran yang sudah lama terlupakan, yakni administrasi kesekretariatan. Hendaknya membawa salah satu buku terpenting yang sehubungan dengan Musykom, yakni Buku Nominatif Kader, untuk melihat siapa saja Anggota Komisariat yang terdaftar.

Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat!

 

 

Oleh:

IMMawan Arvian Roby Fahrezi