Artikel

Membangun Kebiasaan Lain di Akhir Periode

Kita tengah memasuki babak akhir periode untuk melakukan rotasi kepemimpinan dari yang lama menjadi baru. Judul ini muncul akibat kegelisahan yang timbul disetiap tahunnya, banyak problematika yang terjadi setiap tahunnya khususnya di akhir periode seperti ini. Sikap egosentris di tambah dengan kepragmatisan dalam mencapai kekuasaan adalah problematika yang selalu hadir di penghujung periodesasinya. Mulai dari kesan malu dan gengsi dalam mendaftarkan diri untuk sekedar berjuang bersama, walaupun kata berjuang hanya bentuk frasa tanpa makna dalam pelaksanaannya esok. Kebiasaan-kebiasaan dahulu membudaya hingga saat ini, terlebih dalam masa pendaftaran formatur, yang menurut penulis kurang beretika saja. Walaupun memang dirasa agenda penghujung adalah agenda politis bagi mereka (orang-orang yang berkepentingan). Yang sangat disesali adalah ketika masa-masa ini harus melibatkan senior-senior untuk hanya mendesak agar segera mendaftar. Artinya tingkat kesadaran politis kita sendiri jauh di bawah bahkan terkesan magis. Di penghujung periodesasi ini pasti mengalami pertarungan kekuasaan dan konflik kepentingan perorangan maupun kelompok, yang bisa jadi berlarut-larut hingga kepemimpinan berikutnya berakhir.

Memakai istilah kuntowijoyo yaitu ummawatan wasathan di mana ketika suatu umat terbelah di kiri dan di kanan maka umat islam hadir untuk menengahkan keduanya agar berjalan lurus kembali. Barangkali etika politik dipenghujung periode ini dapat dijadikan sebagai rujukan, bukan untuk saling mendukung namun malah saling menunggu. Dalam berorganisasi kita selalu di doktrin untuk memiliki jiwa korsa bergerak bersama-sama, namun terkadang kenyataannya selalu saja meleset karena hal demikian hanya bentuk wacana atau bahkan ekspetasi belaka saja. Kebiasaan-kebiasaan menunggu momentum di waktu krusial adalah budaya yang tidak masuk akal, pasalnya momentum itu sudah hadir sejak masa awal pendaftaran, namun mengapa selalu menunggu momentum di akhir. Kalau kata seorang teman penulis agar greget. Kalau ditelaah bersama yang harusnya menciptakan momentum adalah dirinya sendiri bukan orang lain yang artinya dalam wilayah politis telah mengalami keterlambatan satu langkah ketika menunggu momentum.

Lebih tidak masuk akal lagi di masa pendaftaran ini mesti dilakukan dengan proses-proses yang dirasa sedikit memaksa, lalu pertanyaannya adalah dimana kesadaran kita yang disetiap omongan dalam diskusinya selalu mengedepankan untuk dapat membangun kesadaran. Apakah memang kesadaran kita hanya berbentuk khayalan saja, kalau pun kita berkesadaran entah dalam wilayah politis sekalipun sudah tentu kita tidak perlu dipaksa. Dalam wilayah politis keputusan adalah bentuk kehendak yang diwujudkan oleh seseorang ataupun suatu kelompok. Jika bentuk kesadaran yang disebut-sebut sebagai bahan untuk membangun identitas seseorang harusnya itu dilakukan dalam wilayah kesadaran politis juga. Penulis hanya ingin mengungkapkan sudah saatnya melakukan perubahan dari kebiasaan-kebiasaan lama dan membuat kebiasaan-kebiasaan baru yang tentunya di bangun melalui bentuk-bentuk kesadaran.

 

oleh :

IMMawan Fari Romadon Wijaya

(Kabid Hikmah PC IMM Kota Surakarta 2019-2020)