MOMEN REFLEKSI UNTUK PERBAIKAN DIRI (Refleksi Milad IMM ke-56)
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) telah memasuki usia yang ke-56 tahun pada 14 Maret 2020. Usia yang tidak lagi sedikit bagi organisasi kemahasiswaan Islam besar di Indonesia. Organisasi yang tidak berhenti pada cakupan Indonesia saja, melainkan internasional ini sudah menapaki jejak-jejak historis dan perjuagan yang tidak sebentar. Keberhasilan yang telah dilakukan menjadi bagian catatan sejarah. Tidak ketinggalan, dalam perjalanan di Ikatan, terdapat hal-hal yang perlu direfleksikan dan dikembalikandisesuaikan, diluruskanke wilayah asalnya (pendasaran agama). Persoalan tersebut yaitu tidak sedikitnya (sebagian mungkin) adanya romantisme pacaran di tubuh Ikatan (IMM).
Saya teringat, dalam satu diskusi kecil di Ikatan, haram hukumnya pacaran sama kader Ikatan. Bolehnya dinikah-kan kader itu. Percakapan tersebut muncul dan sontak membuat ramai. Namun, dapat dimaknai bahwa memang jikalau IMMawan siap dan memiliki kecenderungan (rasa perasaan) kepada IMMawati segera ungkapkan dan bertemu dengan orang tua IMMawati tersebut untuk mengungkapkan rasa cintanya itu, dalam hal ini, serius untuk menikah. IMMawan harus berani melakukan itu. Itulah alasan mengapa dalam percakapan di atas mengatakan tidak bolehlah kader Ikatan itu ber-pacaran, baik IMMawan dan IMMawati, oleh karena menjalin hubungan spesial atau pacaran di luar pernikahan adalah haram, tidak ada anjurannya dalam Islam. Dampak dari pacaran itu jelas mendekatkan pada perilaku zina.
Oleh karenanya, tidak sedikit pula (sebagian mungkin) kader Ikatan (IMM) yang masih bergelut pada romantisme sesat. Saya katakan demikian, oleh karena romantisme Ikatan yang terjadi cenderung mengarah pada suka lawan jenis, dengan status hubungan, akrab disebut pacaran atau teman dekat. Yang semua itu jelas, tidak ada hubungannya dalam Islam dan tidak diajarkan dalam Islam.
Sepakat dengan kalimat IMMawati asal Jakarta Selatan, Dewi Nurhidayah dalam tulisannya yang berjudul Dibalik Romantisme, Sudah Dewasakah Kader IMM Saat Ini? bahwa ia menyayangkan terdapat romantisme kader Ikatan yang jauh dari romantisme sebagaimana Rasulullah. Dewi melanjutkan, merujuk romantisme ala Rasulullah, salah satunya adalah dalam rangka beribadah kepada Yang Memiliki Cinta, Allah SWT. Hidup manusia, tidak lain adalah beribadah kepada Allah. Jelas, tidaklah ada nilai (manfaat) dan urgensi adanya romantisme atau hubungan spesial (pacaran) IMMawan dan IMMawati itu.
Islam menginginkan manusia untuk melakukan hal-hal yang halal dan menutup hal-hal yang dapat mengantarkan pada perbuatan yang haram. Dalam Islam, menikah adalah keharusan, bukan dengan pacaran atau hubungan spesial lainnya. Jelas, bahwa tidak ada hubungan dua insan; laki-laki (IMMawan) dengan perempuan (IMMawati) selain menikah. Hubungan di luar menikah adalah hubungan yang melanggar syariat. Tatkala, hal ini sudah diketahui oleh (sebagian mungkin) kader IMM, namun mengapa masih berjalan sebagaimana adanya, bahkan menjadi kebiasaan dan hal lumrah terjadi. Bukan bermaksud mengklaim sepihak, namun hal tersebut dapat menjadi bahan refleksi dan muhasabah diri.
JURUS JITU
Jurus jitunya adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwa, Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling jatuh cinta, selain nikah (HR. Ibnu Majah 1847). Hadits ini mengingatkan kepada kita bahwa tidaklah ada sebuah solusi untuk dua insan; laki-laki dan perempuan, dalam konteks ini, MMawan dan IMMawati selain dengan menikah. Maka, menikahlah jika anda sudah siap dan pantas (memantaskan). Karena laki-laki yang pantas, hanya untuk perempuan yang pantas, begitu sebaliknya. Dengan kepantasan diri dan berbekal iman dan taqwa yang mengantarkan pribadi siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga hingga Jannah-Nya. Dalam Islam, menikah, maka sempurna agamamu. Sebab, menikah adalah menyempurnakan separuh agama.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya. (HR. Bukhari 5065 dan Muslim 1400). Dalam hadits ini dijelaskan, Rasulullah SAW memerintahkan pada umat (manusia) yang telah siap menikah, maka menikah, namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa menahan dan mengontrol diri kita agar terhindar dari hal-hal buruk.
Mengingat IMMawan dan IMMawati, tidaklah boleh bucin (istilah yang menunjukkan kepada orang-orang yang menomorsatukan pacaran) alias budak cinta, kecuali anda menikah. Maka, menikahlah. Jika tidak mampu hendaknya perpuasa. Ingatlah dua hadits ini. Bahkan, jadikan wallpaper gawai (gadget), atau dengan buatlah sebuah catatan (note) untuk di ruang privasi masing-masing, agar selalu dilihat, direnungkan, dan menjadi motivasi. Di sisi lain, jadilah seorang pembelajar yang baik dan berakhlak. Sebab, semua butuh proses, apalagi menikah. Menikah dengan ilmu adalah mulia. Maka, tuntutlah ilmu, ikuti majelis-majelis ilmu di manapun, belajar dengan guru-guru untuk mendalami agama Islam, mengamalkan ilmu yang telah didapat (ilmu amaliah dan amal adalah ilmiah), dan terus ber-fastabiqul khairat. Maka, itu akan meningkatkan nilai (derajat) ketakwaan manusia.
Selain itu, tetap terus meningkatkan kualitas diri dengan perbanyak membaca, menghafal, dan mengamalkan Al-Quran dan Sunnah. Selain itu, perbanyaklah membaca bahan bacaan yang mesti dibaca, seperti bacalah buku-buku tentang agama dan buku kelahiran dan perjalanan dakwah nabi-nabi, buku-buku ajarmu (jika kamu pelajar, mahasiswa), bacalah buku organisasi (jika kamu anak organisasi). Sebagai penguat motivasi dirimu untuk terus berbenah diri (memantaskan diri), bisa bacalah buku-buku mengenai parenting (keluarga) & belajarlah dari perjalanan kisah romantisnya nabi Muhammad dan para sahabat, kisah romantis Ali & Fatimah dengan mencintai dalam diamnya, dan lain-lain.
Terakhir, saya ingatkan sekali lagi, kader IMM siapapun, apalagi seorang instruktur IMM, jangan-lah berpacaran. Pacaran membutakan perasaan & cinta pada orang lain dan itu menjerumuskan pada kesesatan dan kegelapan (menjerumuskan pada zina). Dekatkanlah diri pada Yang Maha Memiliki Hati dan Maha Memiliki Cinta, serta terus berbenah diri (memantaskan diri). Sebab, sesungguhnya Maha Cinta yang memiliki cinta. Pantaskan diri, membangun kualitas diri dan keimanan sebagai wujud kader Ikatan yang sesungguhnya.
Oleh:
Bayujati Prakoso
*Kepala Madrasah Digital DKI Jakarta, Kader IMM Jakarta Selatan
Daftar Referensi:
Nurhidayah, D. (2020, 11 Februari). Dibalik Romantisme, Sudah Dewasakah Kader IMM Saat Ini?. Madrasahdigital.co. Diakses pada 20 Februari 2020, darihttps://madrasahdigital.co/1797/opini/dewi-nurhidayah/sudah-dewasakah-kader-imm-saat-ini/