MENGENAL FARMASIS DAN PERANNYA DALAM PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
Napza (Narkotika[1], Psikotropika, dan Zat Adiktif) yang istilah populernya dikenal oleh masyarakat dengan narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif) adalah zat-zat yang memiliki semua bahan yang dapat menyebabkan ketergantungan dan dapat merusak susunan syaraf.
Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil mengungkap 914 kasus narkotika yang melibatkan 1355 orang tersangka selama tahun 2018. Penyalahgunaan narkoba di Indonesia beberapa tahun ini menjadi masalah serius dan telah mencapai keadaan yang memprihatinkan, sehingga permasalahan narkoba menjadi masalah nasional. Kasus peredaran sabu-sabu dan banyak tertangkapnya bandar-bandar narkoba internasional merupakan satu di antara banyak fenomena yang dengan mudah kita saksikan sekarang ini.
Pemerintah dalam hal ini Badan Nartkotika Nasional (BNN) dibantu masyarakat telah melakukan upaya pencegahan dan pengendalian perdagangan narkoba, sementara itu dalam norma sosial dan juga ajaran-ajaran agama telah menyebutkan bahwa menggunakan zat-zat yang memabukkan adalah perbuatan terlarang.
Lantas, di mana posisi farmasis (ahli bidang farmasi) terhadap maraknya penyalahgunaan dan peredaran narkotika? Tulisan ini akan mengulasnya.
Pada tingkat industri, farmasis amat berperan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu sebagai pengawas. Sabu-sabu dan ekstasi dibuat dari bahan dasar sediaan farmasi (obat). Cladestine Laboratory atau laboratorium gelap yang berhasil digeledah banyak ditemukan beberapa sediaan farmasi[2] yang digunakan sebagai zat aktif ataupun zat tambahan untuk pembuatan narkotika sintesis.
Di sinilah peran farmasis menjadi penting karena mereka bisa dilibatkan untuk mencari tahu zat-zat apa saja yang biasa digunakan untuk pembuatan narkotika sintesis tersebut sehingga bisa dilacak bagaimana bisa tersebar atau terjual. Farmasis bisa terlibat agar penyimpangan dari penyebaran obat-obatan ini dapat dicegah.
Seperti yang dikemukakan oleh Ari Sutyasmanto, S. Farm., Apt. (Penyidik Prekusor Dit P2 Deputi Pemberantasan BNN) ada beberapa cara preventif yang dapat dilakukan, yaitu:
- Perlu ada kerja sama para pemangku kebijakan yang berkaitan dengan prekursor[3] narkotika dan narkotika dengan para farmasis serta apoteker[4], khususnya dalam pengawasan produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi,
- Diperlukan komunikasi antara para pemangku kebijakan yang berkaitan dengan prekursor narkotika dan narkotika dengan organisasi profesi yang menaungi para farmasis dan apoteker dalam rangka pembinaan mengenai bahaya narkotika sintesis yang bahan utamanya berasal prekursor, dan
- Melakukan seminar serta focus grup discussion (FGD) yang melibatkan pemangku kebijakan, farmasis, dan apoteker yang membahas narkotika sintesis dan prekursor yang digunakan dalam produksinya,
Para apoteker dan farmasis perlu dilibatkan sebagai tenaga sumber daya manusia pada badan dan lembaga pengawasan narkotika serta penegakan hukum. Sebab, pada hakikatnya, narkotika merupakan sediaan farmasi yang bersifat khusus sehngga penanganan dan pengawasannya juga bersifat khusus.
[1] Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika (PP No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2)
[2] Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (PP No. 55 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2)
[3] Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika (PP No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1)
[4] Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (PP No. 55 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 5)
Penulis:
IMMawati Puspita Nindya K.
Anggota Bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat PK IMM Avicenna Fakultas Farmasi UMS periode 2019/2020