PURIFIKASI KADER INTELEKTUAL
Edward Shill (Edward Shill, Etika Akademis: 1999) mengkategorikan Mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggungjawab sosial yang khas. Ke-khas-an itu diantaranya mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit (Pergolakan Melawan Kekuasan, Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik: 1999) secara detil berpendapat gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang lahir akibat pergulatan keseharian mahasiswa dalam mencari dan menemukan kebenaran melalui ilmu pengetahuan sehingga terbentuk sadar politik. Simpulan ini memberi keidentikan yang khas kepada gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral yang secara langsung mengusung reformasi politik. Arif Budiman bahkan menyatakan gerakan moral mahasiswa merupakan kekuatan pendobrak kemacetan politik. Artinya, tradisi mahasiswa adalah tradisi kritis yang membebaskan. Menduduki kelas menengah, mahasiswa diidentikan dengan kelas masyarakat borjuis yang notabene masyarakat perkotaan. Tidak heran kritisisme yang membutuhkan independensi nir-tekanan dapat dipertahankan mahasiswa.
Telah kita ketahui bahwasannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah satu satu ortom Muhammadiyah sebagai gerakan islam dakwah kampus amar makruf nahi munkar dan mempunyai visi misi yang merupakan adopsi dari Muhammadiyah yang dalam perjuangannya menginginkan terwujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya dan bergerak di lingkup kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Itu berarti kita mempunyai amanah yang besar sebagai kader ikatan, untuk berdakwah dan mencari ridho Allah semata bukan mencari lain-lain, maka tentunya di dalam berjuang harus dilandaskan ikhlas karena Allah semata. IMM yang diharapkan menjadi embrio intelektual yang berwawasan luas dan visioner, sebagai perancang skema gerakan Muhammadiyah, justru terjerat dalam penyakit menular aktivis gerakan : nalar praksis dan pragmatis Tanpa Disadari.
Intelektualitas IMM bukanlah intelektual menara gading. Salah satu 6 penegasan IMM adalah Ilmu adalah Amaliah dan Amal adalah Ilmiah. Penegasan itu menekankan bahwa setiap ilmu harus diamalkan. Peribahasa bangsa arab mengatakan bahwa ilmu tanpa amal bagai pohon tanpa buah, artinya ilmu tanpa perbuatan tiada bermanfaat. berintelektual bukanlah untuk gagah-gagahan, atau sekadar mengkoleksi ide gagasan yang akhirnya menumpuk usang di gudang fikiran.
Intelektualitas IMM memiliki karakteristik yaitu nilai keislaman dan akhlaq mulia. Islam merupakan Agama yang mengajarkan keikhlasan dan keberpihakan pada yang lemah. Keikhlasan menolak pamrih atas perjuangan dan pengabdian. Oleh karena itu, orang ikhlas akan terhindar dari sifat tamak jabatan dan materi. Sedangkan akhlaqul karimah membentuk mentalitas kader yang beradab, sehingga dalam menyampaikan kebaikan dan kebenaran tidak terjerumus pada sikap fanatisme dan ekstrimisme.
IMM dengan sekian banyak kader kadernya berpeluang besar memenuhi harapan Buya Syafii sebagai gerakan ilmu jika peluang ijtihad dan keleluasaan berfikir lebih ditonjolkan kepada kebiasaan mudah memberi vonis bidah dan liberal secara tidak proporsional. Prinsip maruf dalam Al-Quran surat Ali Imran 104, mestinya menjadi landasan kearifan IMM dalam merespon perkembangan peradaban. Dengan maruf, seseorang dituntut memahami tanda tanda kehidupan tidak sebatas teks tetapi juga konteks. Ayat Allah tentu saja tidak hanya huruf yang membentuk kata dan kalimat dalam dalil, fenomena alam dan sosial juga bagian dari ayat Allah yang harus dipahami oleh gerakan IMM. Demikian yang disampaikan oleh Kuntowijoyo atas penafsirannya dalam Ali Imran 110, ada nilai nilai seperti nilai transendensi, liberasi, dan humanisasi dalam spirit pembebasan terhadap kaum mustadzhafin dengan menggunanakan iman sebagai salah satu bentuk tanggung jawabnya sebagai gerakan Intelektual Profetik dan pengejawantahan Nilai Dasar Ikatan dan Profil Kader Ikatan. Konteks liberasi menjadikan agama sebagai nilai nilai transendental, sehingga agama menjadi ilmu yang objektif dan faktual. Liberasi bukan hanya dalam dataran moralitas tetapi dilakukan secara konkret dalam realitas kemanusiaan. Kuntowijoyo menawarkan kontekstualisasi liberasi pada sistem pengetahuan, sosial, ekonomi dan politik yang selama ini membelenggu manusia, sehingga ia dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan mulia.
Gerakan ikatan sebagai kader Muhammadiyah, bangsa dan agama merupakan bentuk objektifikasi diri ikatan dalam memberikan sumbangsih terhadap persoalan dan realitas. Sehingga apapun yang dilakukan oleh ikatan sesuai dengan cita cita Muhammadiyah yang termanifestasikan dalam diri ikatan, yakni berpikir dan bertindak pada praksis sosial untuk kemanusiaan. Dari hal inilah keberadaan ikatan merupakan suatu keniscayaan, maka dalam eksistensinya, ikatan merupakan suat kumpulan kolektif yang sadar dengan sejarahnya. Kesadaran sejarah ikatan bukan di tentukan oleh sejarah, tetapi sebaliknya ikatan yang akan menentukan sejarah. Untuk itu gerakan yang dilakukan oleh ikatan harus gerakan dengan berkesadaran yakni sebagai organisasi pergerakan dan sebagai organisasi kader yang berada dalam naungan Muhammadiyah.
Penulis:
IMMawan Cahyo Setiawan
(Ketua Umum PC IMM Kota Surakarta 2018/2019)